26 Oktober 2008

Sejenak Merasa Muda Kembali via Radio

Tulisan Harian Kompas Minggu : Acara Lingkaran Keluarga di Radio Lita FM 90.95 Bandung dibuka dengan instrumental lagu Where Have All the Flowers Gone yang versi vokalnya dipopulerkan kelompok Brothers Four. Lirik awalnya ”Where have all the flowers gone, long time passing/ Where have all the flowers gone, long time ago...”.
Lagu itu aslinya merupakan satire terhadap perang. Namun, di Radio Lita, lagu itu seakan memanggil para ”bunga” yang telah melewati masa-masa silam. Begitu lagu itu terdengar pada pukul 09.00, orang harus berjuang keras untuk menelepon ke studio Radio Lita. Pasalnya, satu saluran yang disediakan Lita nyaris mampat. Itu akibat saking banyaknya pendengar yang ingin mengudara untuk meminta lagu dan berkirim salam kepada sesama pencinta lagu lama.
Pendengar juga bisa memesan lagu lewat SMS. Setiap hari ada sekitar 100 sampai 200 SMS masuk. Tidak semua lagu bisa dipenuhi karena durasi program yang tiga jam. Karena SMS antre, mereka yang mencuri start dengan menelepon sebelum pukul 09.00 dianggap gugur.

Acara Lingkaran Keluarga dinikmati orang yang bekerja di Gedung Sate, pusat pemerintahan Provinsi Jawa Barat. Di rumah sakit, hotel-hotel, kantor-kantor swasta di mana ada orang-orang berusia 45 tahun ke atas yang menikmati kenangan lewat lagu lawas.
Radio Lita berusaha menyuguhkan lagu versi orisinal. ”Lagu lama yang dikemas dengan aransemen baru akan kehilangan rasa masa lalunya,” kata Teh Imas, nama udara dari pengasuh acara yang bernama lengkap Imas Siti Rokayah.

Koleksi lagu lama Lita terus bertambah karena banyak pendengar yang rela menyumbangkan piringan hitam. Penyumbang itu ingin berbagi kenangan dengan rekan segenerasi.
”Saya seneng mengasuh acara ini karena bisa memberi arti kepada pendengar. Masa lalu kan tak bisa datang kembali. Namun, lewat lagu, masa lalu itu seperti hadir. Untuk sejenak mereka merasa muda kembali he-he...,” kata Teh Imas.

Read More ..

Paguyuban Penikmat Masa Lalu via Radio

Tulisan Harian Kompas Minggu : Lagu-lagu lama era 1960-1980-an mengajak orang untuk mengenang masa lalu. Di Bandung dan sekitarnya, para pemilik masa lalu itu membentuk komunitas bernama Paguyuban Lita. Nama Lita diambil dari stasiun radio yang setiap hari selama tiga jam memutar lagu lawas. Mereka terikat dalam satu kenangan, pada suatu masa yang hadir lewat lagu.

Di radio, suatu kali terdengar lagu Seruling Bambu yang populer di awal era 1960-an lewat suara Oslan Husein. Sekadar pengingat, lagu itu dibuka dengan lirik, ”Dari jauh/ terdengar suara merdu/ Sayup-sayup/ bagaikan buluh perindu...”. Begitu lagu usai, seorang pendengar menelepon ke studio Radio Lita FM 90.95 Bandung. Kepada sang penyiar, yang akrab dikenal dengan nama Teh Imas, pendengar yang seorang ibu itu terisak-isak di ujung telepon.
”Rupanya pendengar itu sedang perang dingin dengan suaminya. Waktu mendengar lagu Seruling Bambu, dia teringat masa lalu waktu mereka berpacaran,” kata Teh Imas. ”Lagu itu meluluhkan hati saya. Rasa benci saya kepadanya jadi hilang. Saya hanya mengingat yang indah-indah ketika ia pertama kali pegang tangan saya,” kata sang penyiar menirukan tuturan pendengar yang tersentuh oleh sebuah lagu.

Teh Imas (54) adalah pengasuh acara Lingkaran Keluarga yang disiarkan setiap hari pada pukul 09.00-12.00 oleh Radio Lita, Bandung, Jawa Barat. Acara itu khusus memutar lagu-lagu lama era 1960-1970an. Lagu yang bisa dibilang ”termuda” datang dari pertengahan era 1980-an. Itu artinya sudah hampir seperempat abad silam.

Era 1960-an memang seperti hadir kembali di udara. Lagu dari Tetty Kadi, seperti Teringat Selalu, Pulau Seribu, dan Pramugari Udara, mengalun atas permintaan pendengar. Ini mengingatkan pada acara pilihan pendengar yang paling digemari di era 1960-1970-an.
Juga lagu dari Anna Manthovani, seperti Gita Malam dan Angsa Putih. Lagu Dedi Damhudi, Gumpalan Mega, Di Tepi Kolam, yang saat ini langka terdengar. Dari tahun 1968-1969, hadir Titiek Sandhora dengan Fujiyama. Kemudian di awal 1970-an ada Duri Penghalang dari band asal Bandung, Paramor. Juga Halo Sayang dari De Hands, grup asal Surabaya dengan vokalis Nono alias Mus Mujiono.

Dari era tahun 1964-1965 terdengar Tuti Subardjo Berikan Daku Harapan atau dari Oni Surjono Burung Berkicau. Ada pula yang lebih tua lagi, yaitu lagu Oslan Husein, seperti Mama Minta Kawin sampai Tahu Tempe.

Paguyuban
Sang ibu yang menangis tadi hanyalah salah seorang dari ribuan pencinta lagu-lagu lama yang diasuh Teh Imas sejak sepuluh tahun lalu. Pendengar membentuk beberapa komunitas. Salah satunya adalah Paguyuban Lita FM yang dibentuk tahun 2000. Kebanyakan anggota berusia 50 tahun ke atas. Mereka mengalami masa remaja di era 1960-an. Lily Sulastri yang di radio bersapaan Ibu Pranoto (56) pada pertengahan 1960-an masih pelajar SMP-SMA. ”Waktu itu lagu Tetty Kadi, seperti Teringat Selalu, Senandung Rindu, Pergi ke Bulan atau Sepasang Rusa, sedang top-top-nya,” kata Ibu Pranoto, yang adalah salah seorang penggagas paguyuban.

Sebelum terbentuk paguyuban, para pendengar itu hanya saling mengenal nama lewat udara. Mereka saling berkirim lagu dan salam lewat radio. Merasa terikat dalam satu kenangan yang sama tentang masa lalu yang dibangkitkan oleh lagu, mereka pun kemudian berinisiatif untuk melakukan kopi darat, alias bertemu secara langsung. Setiap bulan mereka berkumpul di rumah anggota atau juga di studio Radio Lita di Jalan Budi, Cimindi, Bandung. Hari Minggu (12/10), misalnya, sekitar 50 anggota berkumpul untuk mengadakan arisan. Kegiatan arisan merupakan sarana perekat anggota. Oleh Hajjah Ella Zubaedah, selaku pemilik Radio Lita, anggota Paguyuban sering dilibatkan dalam kepanitiaan kegiatan sosial yang diadakan Lita.
”Kami juga punya kegiatan simpan pinjam kecil-kecilan. Jadi, ada tanggung jawab moral untuk datang. Namun, tujuan kami intinya adalah silaturahmi dengan anggota yang punya hobi sama, yaitu mendengarkan lagu-lagu lama,” kata Nyonya Pranoto, yang ibu tiga anak dan nenek tiga cucu itu. Waktu pertemuan selalu diusahakan setelah tanggal 6 setiap bulannya.
Maklum sebagian besar anggota adalah pensiunan. ”Sebelum tanggal 6, uang pensiun belum turun sehingga sebagian anggota belum ada uang ha-ha.... Namun, jangan salah. Kami tetap penuh canda tawa,” kata Cucu Marliah (63).

Mereka memang masih tampak centil dan gaya. Canda tawa itu dipicu oleh cerita masa lalu yang dibangkitkan oleh lagu. Popong Halimah (60), anggota dari Cimahi, akan terkenang masa-masa pacaran ketika mendengar lagu The End of the World dari Skeeter Davis. Sang pacar yang kemudian menjadi suaminya itu kini telah meninggal. Cucu, Popong, Lily, dan anggota lain mengaku menemukan keluarga dalam paguyuban. Lewat Paguyuban, mereka seperti bertemu kawan segenerasi, senasib, yang sama-sama dinaungi oleh lagu-lagu yang sama mengalami masa lalu. ”Masa lalu yang hadir lewat lagu itu memberi kami semangat. Ternyata kami pernah muda. Ibarat aki yang sudah soak, kami di-charge lagi dengan lagu, ha-ha...!” kata Lily alias Ibu Pranoto.

Read More ..

24 Oktober 2008

Laskar Pelangi Melesat Kepuncak Chart Radio Indonesia

Lagu Theme Song "Laskar Pelangi" yang ditembangkan NIDJI langsung menduduki puncak chart radio di Indonesia di minggu pertama. Lagu Laskar Pelangi seolah menunjukan sisi lain dari NIDJI karena lagu ini terdengar sangat berbeda dengan lagu-lagu NIDJI dari dua album mereka, Breakthrough dan Top Up. Dilagu ini NIDJI mengurangi kontribusi synth dan sound digital lain dengan lebih banyak memasukan unsur akustik kedalam lagunya.

Tak hanya lagunya yang populer, Film Laskar Pelangi sampai tulisan ini dibuat (24 Oktober 2008) masih menjadi totonan utama di bioskop-bioskop di Indonesia, ini terlihat dari para penonton masih saja harus mengantri panjang untuk menonton film karya Riri Reza ini. Padahal film ini sudah mulai diputar di bioskop sejak sebulan yang lalu. Film ini juga memotivasi Run-D "NIDJI" untuk terus melanjutkan kuliahnya, karena setelah menonton film Laskar pelangi, Run-D dikabarkan jadi rajin mengikuti kuliahnya. Mudah-mudahan saja semangat belajar Run-D tidak hanya diawal-awalnya saja dan bisa lulus dengan nilai tinggi. Amin. :-)

Read More ..

23 Oktober 2008

Radio Religius Tawarkan Penyembuhan Surgawi

Di Belanda, stasiun radio religius tengah marak-maraknya. Para pendengar tampaknya tidak ingin lagi bersusah payah mencari-cari acara agama yang oleh radio publik dipindahkan ke jam-jam sepi di tengah malam. Frekuensi lama siaran pemancar radio komersial kini diambil alih oleh stasiun radio dengan nama Radio Maria dan Radio Kabar Baik.

Radio Maria tidak dibiayai gereja Katolik. Pemancar radio ini tidak menyiarkan iklan dan tidak mau menerima subsidi. Radio Maria adalah gerakan rohaniwan yang hidup dari sumbangan. Tapi untuk isi acaranya, pemancar radio ini sangat bergantung pada gereja. Konperensi, sinoda uskup, ceramah teologi dan renungan adalah sumber-sumber yang dimanfaatkan Radio Maria. Juga pelbagai doa dalam ibadah, seperti lauden, angelus dan vespers dapat didengar. Adakah publik untuk itu? Francois Vluggen mengatakan, "Di Belanda, kami merasa negara paling sekuler di dunia. Tapi di Austria, yang juga menghadapi masalah intern besar dalam gereja, radio religius sudah berusia sepuluh tahun. Ini adalah awal masa depan yang bagus."

Radio Kabar Baik bersifat lugas. Itu wajar, karena radio ini bermarkas di lokasi perusahaan di Veenendaal. Kendati demikian, ini tidak mengurangi semangat yang ada. Wawancara mendalam, studi Alkitab, acara berita dan musik religius. Semuanya diangkat oleh stasiun radio ini yang mengundara sejak Desember 2007. Pendirinya adalah mantan penyiar Evangelische Omroep, Evert ten Ham. Menurutnya, stasiun radio ini bahkan bersifat menyembuhkan. "Saya pernah berbincang-bincang dengan seorang ahli terapi yang menangani perempuan penderita gangguan jiwa. Kondisi kesehatan salah seorang klien sangat membaik. Pengobatan terhadap dirinya berkurang hingga separuhnya dan ia tidak memakai obat tidur lagi. Rahasianya adalah Radio Kabar Baik. Sang klien berkata, 'Saya menjadi tenang berkat radio itu dan saya mengalami Tuhan dari dekat.' Kami tampaknya obat surga. Saya senang dengan itu."

Read More ..

20 Oktober 2008

Penghargaan Arsip Untuk Radio Elshinta

Berita dari Elshinta.com : Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) mengajak masyarakat Indonesia untuk menghargai sejarah dan para pahlawannya, agar bangsa Indonesia tidak kehilangan jati diri sebagai bangsa yang besar.

Hal itu disampaikan Menpan Taufik Efendi Senin (20/10) dalam sambutannya pada "Seminar Sehari Tentang Peranan Arsip Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Refleksi 80 tahun Sumpah Pemuda" di Hotel Sahid, Jakarta.

Bertepatan dengan acara seminar itu, Radio ELSHINTA mendapatkan penghargaan sebagai Media massa yang telah berjasa atas upaya dan kinerja yang luar biasa dalam merajut kebhinnekaan dan ke-Indonesiaan dalam berbangsa dan bernegara, dalam rangka menjaga keutuhan NKRI dengan memanfaatkan dan menyebarluaskan arsip melalui siaran radio di tahun 2008 ini.

Penghargaan tersebut diterima oleh Wahyu Adhitama sebagai Penanggungjawab Radio ELSHINTA.

Read More ..

15 Oktober 2008

RRI Gorontalo Dianggap Tidak Netral

Lembaga penyiaran publik (LPP) Radio Republik Indonesia (RRI) cabang Gorontalo dianggap telah keluar dari fungsinya sebagai lembaga infomasi publik yang independen. Berdasarkan pengaduan dari masyarakat khususnya pendengar siaran RRI cabang Gorontalo, radio tersebut menyiarkan beberapa program siaran yang cenderung mengarah pada politik praktis. Hal itu terungkap dalam surat pemberitahuan dari walikota Gorontalo kepada Dirjen SKDI Depkominfo, beberapa waktu lalu.

Dalam surat tersebut disebutkan bahwa siaran RRI cabang Gorontalo sering menyiarkan acara yang berbau kampanye dari salah satu parta politik peserta Pemilu 2009. Selain itu, pada bulan puasa yang lalu, RRI Gorontalo juga banyak menyiarkan kegiatan-kegiatan berbau politik yang dikemas dalam program kuis Ramadhan dan program-program lainnya yang cenderung untuk salah satu partai saja.

Hasil hearing yang telah dilakukan oleh DPRD kota Gorontalo terhadap LPP di kota Gorontalo dikatakan bahwa kegiatan ini telah ditawarkan kepada semua partai politik di wilayah tersebut. Sayangnya, dalam surat tersebut dituliskan bahwa hal itu tidak benar karena tidak pernah dilakukan.Pada surat tersebut juga ditegaskan agar pemerintah melakukan tindakan tegas dan segera melakukan penghentian terhadap kegiatan tersebut. Hal ini sesuai dengan UU Penyiaran pasal 14 ayat 1 dan 2.

Read More ..

12 Oktober 2008

Radio Terkecil Lebih Kecil dari Kerikil

Sulit membayangkan ada radio transistor yang ukurannya hanya sebutir kerikil, bahkan lebih kecil. Bagi Anda yang pernah mengutak-atik radio kristal zaman SMA atau kuliah mungkin ada sedikit gambaran bagaimana radio bisa dibuat sekecil itu. Namun, itu memungkinkan sebagai aplikasi teknologi nano menggunakan susunan tabung karbon yang ukurannya berskala nanometer atau sepermiliar meter. Para peneliti material di Universitas Illinois, AS sudah membuktikannya.Para peneliti di sana berhasil merangkai sebuah radio supermini yang tersusun dari dua buah penguat frekuensi, pemadu frekuensi, dan penguat audio. Setiap komponen tersebut dibuat dari rangkaian atom-atom tabung nano karbon sehingga memiliki sifat menyerupai masing-masing komponen eleketronika tersebut. "Ada jutaan tabung nano yang dirangakia dengan sempurna," ujar John Rogers, seorang profesor ilmu dan teknik material di Universitas Illinois, seperti dikutip Reuters. Ia melaporkan penelitian tersebut dalam Proceedings of the National Academy of Sciences.Untuk merangkai sesuai keinginan, timnya mengendlikan proses pembentukan tabung sesuai yang diinginkan dan bagimana mereka saling berikatan. Hal tersebut dilakukan dengan mengubah-ubah kombinasi panas dan katalis yang dipakai di atas lapisan material yang menjadi bahan bakunya. Pada saat pengujian, sinyal keluaran yang dihasilkan radio tersebut dihubungkan dengan kotak seukuran ponsel berisi speaker dan antena standar. Ajaib, para peneliti berhasil menangkap siaran sebuah saluran radio di Baltimore yang menyiarkan perkembangan trafik lalu lintas. "Radionya sendiri tidak penting, namun fakta bahwa kami dapat membuat sesuatu seperti radio merupakan tonggak bersejarah bagi kami," katanya. Keberhasilan ini menjanjikan platform baru dalam industri elektronika di masa datang.

Read More ..

10 Oktober 2008

Rekor RADIO di MURI

Dari catatan Museum Rekor Indonesia (MURI) saya tuliskan beberapa rekor untuk kategori Radio sebagai berikut :

1. Radio Wanita yang dikelola oleh 100% Karyawan Wanita.
Radio Metro Female 88,3 FM merupakan sebuah radio wanita yang dikelola oleh 100% wanita, mulai dari pemegang saham, direksi, management, penyiar, reporter, marketing, teknisi dan security.

2. Penyiar Radio Termuda
Wendy Kartikasari menjadi penyiar di radio Ganesa, Bandung sejak usia 6 tahun, membawakan acara BOGA (Bocah Ganesa) sejak bulan Juli 1998 hingga Maret 2000.

3. Siaran Radio Berpantun Betawi Terlama
Dalam rangka memperingati HUT Bens Radio yang ke-18, Keluarga besar Bens Radio 106,2 FM, sebuah stasiun radio yang bercirikan Betawi, berhasil menyelenggarakan siaran radio dengan berpantun Betawi selama 18 jam.

Itu tiga rekor yang menurut saya cukup unik, rekor-rekor lainnya terlalu mengada-ada, walaupun memang belum pernah ada. Ada rekor radio lainnya yang Anda tahu cukup unik? Silahkan masukan komentar Anda. Terima kasih.

Read More ..

05 Oktober 2008

Aacara Zona 80 Sebagai "Flashback"-nya Ida Arimurti

Masih dari Harian Kompas : Tahun 1984-1990 seperti diakui Ida adalah masa ketika pamornya gilang gemilang. Ia menjadi penyiar yang selalu dicari. ”Saya sampai kenal banyak menteri Orde Baru. Pak Domo itu bisa mampir ke radio sehabis jalan-jalan. Jujur, karena pertemanan, saya termasuk satu yang memanfaatkan katebelece Pak Domo,” papar Ida.

Ceritanya, Ida bersama beberapa teman di radio akan meliput acara di sebuah tempat yang cukup terpencil. Karena merasa tidak tenang, Ida meminta ”coretan tangan” Soedomo. Isinya, ”Tolong jaga anak-anak saya”, dan surat sakti itu diberikan kepada pemimpin keamanan tempat Ida dan teman-teman meliput. ”Kami benar-benar dijaga,” ujarnya.

Masa gemilang itu membuat banyak produser menawarinya main sinetron, yang booming pada tahun 1990. Namun, bagi Ida, tidak ada jagat yang lebih menarik dan menantang selain radio. Ia bisa merasakannya karena ia pernah merangkap kerja, di radio dan TVRI (saat masih dikomandoi Ishadi SK) selama empat tahun. Sempat bimbang mau melepas salah satunya, ia akhirnya berketetapan melepas kariernya di TVRI.

Lantas, mengapa Ida akhirnya mau juga muncul di layar kaca, memandu program Zona 80 di Metro TV? ”Hmm…. Aku tergerak karena acara itu adalah flashback aku. Tahun 1980 itu masaku, duniaku banget. Setelah 25 tahun di radio, Allah kasih jalan aku untuk napak tilas perjalanan aku lewat Zona 80,” tuturnya.

Di Zona 80, ia mendapatkan lebih banyak sahabat. Ia sempat diprotes pemirsa televisi kok menampilkan penyanyi dengan lagu cengeng. ”Padahal, banyak yang aku dapat. Sejak di Zona 80, aku jadi mengetahui bagaimana kehidupan penyanyi era 1980-an itu saat ini. Dulu bagaimana, sekarang bagaimana. Aku jadi tahu bagaimana perjuangan penyanyi Ratih Purwasih, misalnya,” paparnya panjang. Sambungnya lagi, ”Dan itu mengingatkan bagaimana aku dulu.”

Read More ..

Tulisan Profile Kompas : Mengimajinasikan Ida Arimurti

Harian Kompas Minggu menulis : Apa yang Anda bayangkan saat mendengar suara manja penyiar radio Ida Arimurti memandu acara? Barangkali seribu orang akan membayangkan seribu wajah. ”Itulah kekuatan penyiar radio, membuat pendengar berimajinasi,” sahut Ida.
Suaranya yang manja dan tawanya yang renyah menyapa pendengar radio Delta FM yang tengah berjibaku dengan kemacetan lalu lintas pada sore hari lewat acara Ida Arimurti and Friends Show. Tawa renyah Ida itu meredakan kepenatan, begitu pakar kuliner Bondan Winarno berkomentar di buku karya Ida, Renungan Ida Arimurti, yang diterbitkan Hikmah Mizan (Juli, 2008).

Senyum dan tawa yang sama itu menemani kami saat wawancara dengan Ida di Kafe 3 Degrees, Plaza FX Senayan, pekan lalu. Sadarkah Ida akan pengaruh yang menebar lewat suaranya?
”Ah…. Aku hanya berusaha mencipta suara yang bersahabat. Orang kan ingin disapa dengan akrab dan tidak digurui. Prinsipku, aku selalu menjaga hubungan dengan pendengar, kenal tidak hanya sampai di situ,” tutur Ida, sambil–lagi-lagi—tertawa. Gara-gara suara merdu Ida, pernah suatu ketika ada pendengar yang diam-diam mencintainya. Waktu itu ia masih bergabung dengan radio Prambors. ”Sampai istrinya sendiri di-cuekin. Aku tahu gara-gara istri cowok itu datang ke Prambors, lalu bertanya apa aku punya hubungan dengan suaminya, ha-ha-ha. Padahal, aku kenal aja enggak,” tuturnya. Rupanya, setiap kali mendengar suara Ida di radio, pria itu menjadi tidak mendengar istrinya bicara. Pria itu bahkan menyimpan foto Ida di dompetnya. Foto yang ia gunting dari satu majalah. ”Habis itu, gantian cowoknya yang datang ke Prambors untuk meminta maaf. Wah, sejak itu kami bertiga malah jadi bersahabat,” ucap Ida.

Cerita lain lebih unik. Ada seorang pendengar, cowok tentu saja, yang setiap hari mengirim catatan harian. Isinya tentang bagaimana ia begitu jatuh cinta kepada Ida, lantas kemudian menikah dan punya dua anak. Hubungan intim pun ia ceritakan. ”Itu semua imajinasi dia. Di catatan itu, dia bertanya, kamu kecewa ya aku enggak bisa memuaskan kamu, gila kan? Ha-ha- ha,” tutur Ida. Penggemar lain bahkan sampai datang ke radio Prambors dan terus menguntit Ida ke mana pun pergi. ”Sampai-sampai bosku menyediakan satpam untukku,” cerita Ida.
Suatu saat Ida terjebak digandrungi sesama perempuan, yang ternyata pernah juga mencintai dua penyiar di radio lain. Komunikasi hanya dilakukan lewat telepon sehingga tidak terlintas di pikiran Ida kalau orang itu perempuan. ”Kalau lagi siaran aku menyebut apel, besoknya datang buah apel, dikirim orang itu. Aku menyebut coklat, besok sudah ada coklat di kantor. Sampai aku takut menyebut benda apa pun,” kisahnya. Ida baru tahu identitas orang itu setelah temannya menyelidikinya.

Dengan banyaknya perilaku pendengar yang unik itu, Ida merasa tak terganggu. Biarkan orang mengimajinasikan apa pun, seperti ketika seorang pendengar radio pernah membayangkan Ida sebagai Desi Anwar. Di benak orang itu selalu tergambar wajah Desi Anwar begitu mendengar Ida siaran dan itu terjadi selama bertahun-tahun. ”Sampai suatu saat kami bertemu dan dia terperangah. Lho kok tidak seperti yang dibayangkan, ha-ha-ha,” tuturnya.

Mengudara selama 25 tahun
Dua puluh lima tahun sudah Ida Arimurti melakoni profesi sebagai penyiar radio. Profesi yang pada mulanya ia tertawakan karena hanya orang gila yang mau berbicara sendiri di depan mikrofon. Berbeda dengan profesi pramugari yang ia impikan, profesi yang bisa memuaskan hobi traveling-nya. ”Ternyata, kepenyiaran adalah jalan hidupku sampai saat ini,” cetusnya.
Ida mengenang perkenalannya dengan radio dan dunia kepenyiaran pada tahun 1982 sewaktu ia masih mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Pancasila. Ida waktu itu mengantar teman yang akan dites menjadi penyiar di radio Amigos. Saat Manajer Siaran Amigos Leo Kresnapati mendekatinya, Ida pun bertanya banyak hal tentang radio. ”Kenapa enggak mencoba jadi penyiar. Besok kamu datang dan siaran di sini,” kata Leo. Pagi berikutnya, Ida sudah resmi menjadi penyiar di Amigos. Saat itu pula ia mulai belajar bagaimana menjadi DJ, memegang peralatan studio yang dulu masih menggunakan piringan hitam dan kaset, serta belajar menjadi pewawancara yang baik. Ia juga belajar membuat naskah panduan untuk siaran.
”Booming Ida Arimurti itu antara tahun 1984 sampai 1990-an. Saat itu job buatku bejibun. Dalam setahun aku bisa ngemsi (menjadi MC) lebih dari 400 kali. Dalam sehari aku ngemsi di tiga tempat,” paparnya.

Mengapa bisa sedemikian laku, kata Ida, karena tarifnya ”murah meriah”. Ia bersedia ngemsi selama acara itu pas dengan kata hatinya, berapa pun bayarannya. ”Aku fleksibel. Dibayar Rp 300.000 juga oke, padahal tarif pasaran waktu itu Rp 1 juta. Honorku bergantung pada budget pengundang acara,” tukasnya.

Di radio Prambors, Ida dinilai sukses mengemas program ”Ida Krisna Show”, yang ia pandu bersama Krisna Purwana. Bahkan, ketika ia pindah ke Female Radio, program itu pun diangkut serta. Dari rumahnya di Jatibening, Bekasi, Ida harus siaran jam enam pagi di Plaza Bintaro, Jakarta Selatan. Ia harus bangun pukul 03.00 karena mobil jemputan sudah menunggu pukul 04.00. Dari sana, Ida meluncur ke kediaman Krisna di Cijantung sebelum melesat ke Plaza Bintaro.

Saat mengandung putranya, Kevin, Ida sempat berhenti, tetapi tidak lama karena ia tergoda tawaran Bambang Wiyogo untuk mendirikan radio yang ia beri nama Woman Radio. Ia kembali berkeputusan berhenti siaran setelah Kevin lahir, tetapi–lagi-lagi—tergoda lamaran Delta FM.
Kini, 25 tahun berlalu dan Ida masih setia cuap-cuap di depan mikrofon, di studio sempit di Jalan Sudirman, Jakarta. Mengapa demikian betah? ”Saya melakukan semua itu karena cinta. Ada yang bilang, Ida Arimurti sama dengan radio dan radio sama dengan Ida Arimurti, he-he-he,” ucap Ida. Ah, mendengarkan radio memang terbayang-bayang Ida....

Read More ..

03 Oktober 2008

Radio Elshinta Peroleh Penghargaan dari Polwil Priangan

Berita dari Elshinta.com : Radio Elshinta kembali mendapatkan penghargaan. Kali ini penghargaan diberikan oleh jajaran Polwil Priangan.Elshinta dinilai layak sebagai media mitra Polwil Priangan karena dianggap sangat membantu petugas kepolisian, terutama jajaran Polwil Priangan dalam melaksanakan operasi Ketupat Lodaya 2008 melalui berita dan informasi yang disampaikan.

Penghargaan diberikan langsung oleh Kapolwil Priangan Kombes (Pol) Anton Sarliyan dan diserahkan pada saat acara silaturahim antara Polwil Priangan dengan media massa, kelompok ormas dan parpol, para relawan, dinas perhubungan setempat, dan tokoh warga di Pos Pengamanan Lebaran 2008 di Cagak Nagrek Jawa Barat pada Kamis (2/10) malam.

Elshinta menjadi satu-satunya radio yang memperoleh penghargaan karena tiga media lain yang memperoleh penghargaan yang sama adalah media televisi.Dalam sambutannya Kapolwil Anton Sarliyan mengucapkan terima kasihnya atas peran media massa yang sangat membantu tugas kepolisian dalam mengatasi lonjakan volume kendaraan pada musim mudik lebaran 2008.

Read More ..

01 Oktober 2008

VOA Broadcasting Fellowship

Apakah Anda seorang wartawan atau lulusan baru di bidang jurnalisme? Ingin merasakan bekerja di Amerika? VOA Indonesia dan Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Amerika (PPIA) menawarkan kesempatan bekerja di VOA Indonesia selama enam bulan, melalui program Broadcasting Fellowship. Program ini mencakup biaya perjalanan PP, akomodasi, asuransi kesehatan, visa dan fiskal.

Penawaran ini berlaku bagi lulusan baru di bidang jurnalisme dan penyiaran, dan bagi mereka dengan pengalaman kurang dari tiga tahun di bidang penyiaran atau media cetak. Batas waktu pendaftaran adalah tanggal 15 Oktober 2008, seleksi berlangsung tanggal 1 Februari 2008 dan program akan mulai berjalan awal bulan April 2009.

Caranya:- Silahkan download aplikasi PPIA 2008-2009- Isi pertanyaan yang telah disediakan- E-mail ke fellowship@voanews.com
Aplikasi PPIA 2008-2009

Read More ..

Selamat Idul Fitri 1429 H

Kami mengucapkan :

Selamat Idul Fitri, 1 Syawal 1429 H
Mohon Maaf Lahir dan Batin

Semoga industri siaran radio di Indonesia semakin maju!

Moderator

Read More ..