Penggabungan lembaga penyiaran publik (LPP) Radio Republik Indonesia (RRI) dan Televisi Republik Indonesia (TVRI) yang independen tak akan bermasalah jika diniatkan untuk upaya efisiensi. Namun, jika penggabungan tersebut dimaksudkan untuk menjadikan keduanya sebagai alat corong pemerintah guna mengimbangi informasi media lain, itu sangat berbahaya.
Dalam dialog publik bertema “Memperkuat TVRI dan RRI Sebagai LPP yang Independen” yang diadakan KPI Pusat dengan Aspaskom (Asosiasi Pasca Sarjana Komunikasi) di Universitas Indonesia (UI) Salemba, Jumat (19/2). Sejumlah narasumber dan juga peserta, tidak banyak mempermasalahkan rencana penggabungan kedua LPP ini. Selain untuk menyelamatkan keberadaan keduanya, transformasi ini dianggap akan mampu menguatkan posisi mereka dikancah persaingan dunia penyiaran di tanah air.
Ketua KPI Pusat, Sasa Djuarsa Sendjaja, ketika mengemukakan makalahnya, cenderung lebih berkonsentrasi pada persoalan penguatan dan penyelamatan keduanya, khususnya LPP TVRI. Untuk itu, lanjutnya, ada 3 (tiga) paket program penyiaran yang mesti dijalankan untuk memperbaiki dan mengembangkan kembali lembaga penyiaran tersebut yakni rekapitalisasi, restrukturisasi, dan reorientasi.
“Saya tidak mempermasalahkan penggabungan ke dua LPP tersebut jika untuk usaha efiseinsi asalkan tetap menjadi lembaga independen dan tidak berplat merah,” kata Sasa di depan peserta yang kebanyakan dihadiri praktisi penyiaran dan mahasiswa.
Usulan yang disampaikan Sasa, ternyata didukung Mantan Dirut TVRI yang sekarang memegang kepemimpinan di Trans Corp, Ishadi SK. Menurutnya, tiga program tersebut dinilai bisa membangkitkan kembali kejayaan kedua lembaga penyiaran tersebut. “Saya sangat setuju dan mendukung dengan apa yang diusulkan pak Sasa untuk penguatan kedua lembaga penyiaran publik tersebut,” katanya.
Menurut Ishadi, TVRI memiliki potensi luar biasa besarnya untuk bisa menjadi besar dan berkembang. Salah satu yang menjadi potensi tersebut adalah jumlah pemancar yang mereka muliki banyak dan terdapat hampir disemua wilayah Indonesia. “Hampir kurang lebih 400 pemancar dimiliki lembaga penyiaran publik dan ini tidak dimiliki oleh lembaga penyiaran manapun. Kekuatan pemancar merupakan sumber daya yang luar biasa bagi lembaga penyiaran,” jelasnya.
Mengenai anggapan TVRI tidak menciptakan program-program yang cerdas dan dibutuhkan pupblik, menurutnya itu tidak tepat. TVRI, kata Ishadi, sudah cukup banyak membuat program-program yang cerdas dan diperlukan orang banyak. Sayangnya, program-program tersebut tidak banyak ditonton masyarakat yang cenderung menyaksikan siaran televisi lain.
Untuk itu, kata Ishadi, agar bisa mendapatkan lagi hati para pemirsa untuk kembali menyaksikan siaran-siaran TVRI. Lembaga penyiaran ini harus mengedepankan keunggulan kreatifitas dan juga kemasan tampilan.
Sementara itu, anggota Komisi I DPR RI, Roy Suryo menyatakan tidak perlu ada kekhawatiran terkait rencana penggabungan kedua lembaga penyiaran publik ini akan mendorong keduanya menjadi lembaga penyiaran berplat merah. Dirinya juga setuju, jika keberadaan lembaga penyiaran publik yang independen dan netral di negara ini sangat mutlak. “Kita harus tetap punya lembaga penyiaran publik yang independen dan netral,” tegasnya.
25 Februari 2010
RRI dan TVRI Harus Kuat, Independen dan Netral
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar