31 Mei 2009

Radio MTA Solo "Disemprit" KPID

Radio Majlis Tafsir Alquran (MTA) Solo "disemprit" Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah (Jateng) karena dinilai meresahkan dan menyinggung sebagian kelompok umat Islam.

Anggota KPID Jateng Divisi Pengawasan Isi Siaran, Zainal Abidin Petir di Semarang, Sabtu mengatakan, isi dakwah radio tersebut meresahkan.

"Materi dakwah tersebut biasanya disampaikan oleh Ketua Tafsir Alquran Solo, Ahmad Sukino melalui radio miliknya tersebut dan disiarkan sampai ke berbagai pelosok desa di Jateng," katanya.

Menurut dia, isi dakwah tersebut terlalu sensitif bagi kelompok umat Islam tertentu, misalnya, dia (Sukino, red.) sering menyebutkan tentang tidak perlunya peringatan bagi orang yang telah meninggal pada hari ketiga, ketujuh, sampai peringatan 1.000 hari.

"Padahal, umat Islam dari golongan tertentu telah lazim melakukan peringatan tersebut, terutama kaum Nahdlatul Ulama (NU)," katanya.

Oleh karena itu, daripada nantinya menimbulkan dampak yang tidak baik, maka pihaknya memberikan teguran.

Ia menilai materi siaran radio MTA tersebut melanggar peraturan KPI Nomor 2/2007 dan Nomor 3/2007 tentang pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran.

"Terlebih lagi, radio yang digunakan sebagai dakwah tersebut ternyata belum memiliki izin prinsip siaran," katanya.

Menurut dia, radio MTA saat ini baru mengantongi rekomendasi kelayakan, namun radio tersebut dapat mengantongi izin jika mau mengubah isi siaran dakwahnya.

"Kami sudah melakukan pemanggilan, dan mereka siap memperbaiki isi ceramahnya," kata dia.

Secara ideal, sebenarnya isi siaran dakwah yang disiarkan harus mengandung tema kerukunan antar umat baik seagama dan antar umat beragama, tidak menimbulkan keresahan, dan memberikan suasana yang sejuk, kata dia.

"Hal ini sangat penting, sebab frekuensi yang digunakan radio dalam melakukan siaran adalah milik publik, sehingga tidak boleh melakukan siaran seenaknya dan menyinggung kelompok lain," katanya.

Ia menjelaskan, dakwah dengan menggunakan media radio berbeda dengan dakwah di tempat umum, seperti di musholla atau masjid, sebab radio hanya bersifat searah dan tidak terjadi dialog.

"Sementara, dakwah di tempat umum bisa dilakukan dengan dialog, sehingga apabila ada yang kurang jelas dapat diperjelas, dipertanyakan, bahkan dikritik," katanya. (Kompas.com)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

bodo.........sing gawe web.....