20 Januari 2011

Mulai Beralih ke Radio Lokal

Puluhan radio milik pemerintah daerah (Pemda) mulai beralih atau mengajukan diri menjadi lembaga penyiaran publik lokal (LPPL). Langkah ini untuk menghindari penutupan radio milik pemerintah daerah sesuai amanat UU No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran.


Salah satu stasiun radio yang mengajukan izin LPPL adalah RKPD Canda Bhirawa 98.2 Mh (FM). Radio milik Pemkab Kediri ini sedang mengajukan status LPPL agar pendanaan bisa diambilkan dari APBD. Selama ini RKPD Canda Bhirawa bisa dikatakan memiliki status seperti radio swasta lain. Manajemen mempunyai tanggung jawab untuk menghidupi delapan karyawannya. Menurut Manajer RKPD Canda Bhirawa Ronny, iklan adalah pendapatan utama untuk menghidupkan RKPD.“Saya harus berjuang merebut hati klien seperti radio lain yang jauh lebih canggih dan lebih besar,” ungkapnya.

Plt Humas Kabupaten Kediri Edhi Purwanto mengungkapkan bahwa dia belum menerima pemberitahuan tentang penghapusan RKPD. “Memang status RKPD itu akan kami alihkan. Jadi, kami sudah sidang di KPID Jatim soal perpindahan status menjadi LPPL,”tuturnya. Kondisi serupa terjadi pula di berbagai daerah di Jatim. Dua stasiun radio milik Pemkot dan Pemkab Pasuruan yang dikenal dengan RKPD pun berubah status menjadi LPPL atau radio lokal. Meski masih mendapat suntikan dana dari APBD, radio lokal ini tidak memiliki kewajiban untuk menyetor pendapatan pada kas daerah. Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi (Komimfo) Kabupaten Pasuruan Soeharto mengatakan, untuk berubah status menjadi radio lokal, pada 2010 Pemkab Pasuruan sudah mengajukan Peraturan Daerah (Perda) LPP Suara Pasuruan.

Perda ini merujuk pada UU Penyiaran yang mengamanatkan hanya RRI satu-satunya radio pemerintah. “Fungsi LPPL ini sama dengan RKPD. Selain sebagai siaran berita pembangunan, juga ada sisi bisnis. Pendanaannya tidak sepenuhnya berasal dari APBD. Manajemen pengelolaan dilakukan oleh profesional yang berasal dari orang luar non-PNS,” papar Soeharto. RadioRamapati milik Pemkot Pasuruan telah beralih status pula menjadi LPPL. Ketua Komisi II DPRD Kota Pasuruan Ismail Marzuki menyatakan, pembahasan perdanya terjadi pada 2010. “Proses perizinan dan perubahan status itu dilakukan Dinas Perhubungan dan Kominfo Kota Pasuruan,” ungkapnya. Di tempat terpisah, Pemkab Bondowoso masih mengoperasikan RKPD Mahardika yang menggunakan APBD.

“Kami sudah ada izin dari KPID Jatim dan sejak setahun ini sudah diganti menjadi penyiaran untuk publik. Namun, sebagian dananya masih berasal dari APBD,” urai Kepala Bagian Humas Bambang Sukwanto. Dia menambahkan, dengan adanya RKPD yang berubah menjadi radio penyiaran publik, ke depan diharapkan mampu menyumbang pendapatan asli daerah. “Kami mengurus izin itu sudah cukup lama, bahkan dari frekuensi AM menjadi FM. Saya sangat berharap surat edaran itu mudah-mudahan tidak berimbas pada RKPD Bondowoso,” katanya.

Kebingungan serupa terjadi di Sidoarjo, Bojonegoro, Malang, Batu, Bangkalan, dan Mojokerto. Bupati Sidoarjo Saiful Ilah menegaskan, sejauh ini dia belum menerima surat edaran dari Gubernur Jatim Soekarwo untuk menutup radio milik pemerintah daerah. “Kami belum menerima suratnya. Jadi, belum tahu penutupan radio pemda itu seperti apa. Kami tunggu instruksi dari gubernur,” tukasnya.

Sambut baik penutupan radio
Berbeda dengan daerah lain, Pemkab Gresik justru mendukung penutupan RKPD. Bagian Humas Pemkab Gresik akan menutup RadioSuara Gresik(RSG) yang kondisinya sekarat. Dengan ditutupnya RSG, penyairnya akan ditarik ke bagian humas. Kepala Bagian Humas Andhy Hendro Wijaya mengatakan, selama ini RSG hanyalah formalitas. “Kami senang dan bersyukur bila ditutup. Selama ini tidak ada anggaran sepeser pun dari APBD. Sebab, memang tidak ada dasar hukum yang bisa dipakai untuk menyalurkan dana APBD ke radio,” urainya kepada wartawan kemarin. Selama ini RSG yang berlokasi di Jalan Jaksa Agung Suprapto itu mempunyai lima penyiar.

Semua penyiar ini adalah pegawai negeri sipil (PNS) di bawah Subbagian Pemberitaan Bagian Humas.Radio tersebut beroperasi mulai pukul 07.00 WIB hingga malam sekitar pukul 11.00 WIB. Sementara itu, upaya Pemprov Jatim dalam menghentikan aktivitas radio milik pemerintah selain RRI terus dilakukan. Selain menutup aktivitas dua radio miliknya, pemprov menghentikan pula anggaran Rp.31 miliar yang biasanya dipakai untuk operasional radio. Kepala Dinas Informasi dan Komunikasi (Infokom) Jatim Sudjono menuturkan, tiap tahun biasanya ada anggaran untuk radio yang mencapai Rp.31 miliar. Namun pada APBD 2011 ini dia menghentikan pengajuan serta realisasi anggaran tersebut. “Jadi,tidak ada kucuran dana untuk radio pemerintah,” ujarnya kemarin.

Ketua KPID Jatim, Fajar Arifianto Isnugroho mengatakan, kanal radio di Jatim selalu menjadi rebutan beberapa radio. Jumlah kanal yang terbatas kerap membuat radio memaksakan diri mengudara meskipun tidak memiliki kanal. “Karena itu, banyak yang mengudara secara ilegal, termasuk milik pemprov,” tandasnya. (Sindo)

Tidak ada komentar: