22 Mei 2010

Minimalisir Blankspot dengan Radio Komunitas

Seringkali peran dan fungsi radio komunitas dipandang sebelahmata dan kurang mendapat perhatian. Penyebabnya cukup banyak seperti faktor finansial, sulitnya infrastruktur, ketatnya persaingan antar lembaga penyiaran khususnya radio, dan kurang didukung. Padahal disejumlah tempat, ketersediaan informasi yang dibutuhkan publik bisa tersalurkan dengan adanya lembaga penyiaran ini.

Daerah-daerah yang tidak terjangkau siaran atau blankspot, daerah-daerah perbatasan yang cenderung terjajah informasi dari negara lain, mesti disuapi siaran-siaran lokal ataupun nasional. Ini dalam upaya untuk meminimalisir erosi nasionalisme. Sayangnya, tidak banyak lembaga penyiaran skala besar atau swasta mengambil inisiatif guna menutup daerah-daerah tersebut dengan siarannya.

Menurut anggota KPI Pusat, Mochamad Riyanto, keberadaan dan peran radio komunitas sangat tepat dan dapat menjadi alternatif untuk mengisi kekosongan corong informasi tersebut. Pasalnya, radio komunitas tidak membutuhkan pembiayaan yang besar dan lebih menitikberatkan pada pendistribusian informasi ketimbang komersialisasi.

“Saya mendorong keberadaan radio komunitas khususnya di daerah-daerah yang blankspot dan juga wilayah yang secara geografis sulit terjangkau siaran,” kata Mochamad Riyanto ketika menyampaikan presentasinya tentang pengawasan radio komunitas di Pekanbaru, Senin (25/5).

Selanjutnya, Riyanto menegaskan, kehadiran radio komunitas ditengah-tengah masyarakat merupakan prakarsa masyarakat atau komunitas tersebut bukan sebaliknya. “Radio komunitas tidak melahirkan sebuah komunitas, tetapi komunitas itu yang melahirkan radio tersebut dan itu perlu diperhatikan,” ungkapnya.

Sementara itu, di tempat yang sama, staf ahli Menkominfo, Henry Subiakto menjabarkan, lembaga penyiaran komunitas adalah media-media kecil yang tumbuh dari kelompok-kelompok kecil masyarakat ataupun kelompok minoritas. Kemudian, dari segi isi atau konten siarannya lebih fokus pada eksistensi kelompok-kelompok tersebut.

Sayangnya, kata Henry, siaran radio komunitas di tanah air belum bisa menjangkau secara luas. Ini karena aturan yang hanya memperbolehkan jangkauan siaran dari radio komunitas itu tidak lebih dari 2,5 km. “Di Australia, Korea Selatan, Jepang dan Kanada, penyiaran komunitas memiliki jangkauan siaran cukup jauh yakni lebih dari 20 km. Penyiaran komunitas disana mempunyai fungsi sebagai media yang mempertahankan karakteristik budaya dan nilai-nilai lokal, seperti musik-musik lokal, dan keragaman bahas lokal,” jelas dosen pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya.

Ketika menerangkan keberadaan radio komunitas di tanah air, Henry menilai perkembangnya sudah sangat pesat sejak lahirnya UU Penyiaran tahun 2002. Namun, sejumlah besar radio-radio komunitas tersebut belum benar-benar mengakar, karena masih bersifat sebagai gerakan kalangan aktifis.

Selain itu, kata Henry, masih banyak radio komunitas yang berkutat dengan masalah legalitas penyiaran dan pengelolaan sumber daya manusia (SDM) yang lemah. (KPI)

Tidak ada komentar: