08 Oktober 2010

RRI Siapkan Sistem Penyiaran Digital

Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI) saat ini sedang menyiapkan diri untuk segera dapat melakukan penyiaran radio melalui sistem digital. Sistem penyiaran radio digital sebenarnya sudah dikenal didunia beberapa tahun belakangan ini, khususnya di Eropa dan negara-negara maju lainnya. Ada beberapa sistem/platform yang saat ini berkembang; antara lain platform DAB yang dikembangkan di Eropa dan Australia, DRM yang berbasis di Eropa dan diterapkan juga di India, serta HD Radio yang menjadi standar di Amerika Utara.

Demikian diungkapkan Bimo Bayu Nimpuno (42), Direktur Layanan dan Usaha LPP RRI, yang membawahi bidang pengembangan layanan bagi masyarakat, pengembangan usaha baru, serta pencitraan lembaga, kepada Kompas.com, Kamis (7/10/10).

Menurut Bayu Nimpuno, persiapan Indonesia menuju penerapan radio digital sudah dilakukan. Pemerintah melalui Peraturan Menteri (PerMen) Kominfo no. 21 tahun 2009 telah menetapkan standar "DAB Family" untuk penerapan radio digital di Indonesia, pada pita "VHF (very high frequency)". Keluarnya PerMen tersebut telah direspon oleh RRI untuk segera mempersiapkan penerapan teknologi baru tersebut dalam siaran radio RRI secara nasional.

"Walaupun Pemerintah telah menetapkan standar di atas, namun kami masih merasa perlu melakukan kajian tambahan tentang kesesuaian platform di atas dengan kondisi geografis Indonesia. Ada kemungkinan kami masih akan menerapkan juga platform DRM sebagai komplementer dari platform DAB (standar pemerintah), untuk menjangkau daerah remote dengan lebih baik. Apalagi Indonesia terdiri dari ribuan pulau yang amat sulit dilayani hanya dengan 1 jenis platform (DAB)," kata Bayu yang diangkat menjadi salah satu Direktur di RRI pada usia 37 tahun.

Dijelaskan, dari penerapan teknologi radio digital dengan platform DAB atau DAB+ (DAB Plus), keuntungan yang didapatkan antara lain, pertama dari sisi RRI adalah infrastruktur dan peralatan yang lebih ringkas dan efisien, biaya operasional dan perawatan yang juga lebih efisien, dan sebagai layanan baru kepada masyarakat yang memberi nilai tambah (sesuai misi RRI yang mementingkan layanan bagi publik).

Sedangkan dari sisi konsumen/pendengar adalah kualitas suara audio yang setara CD, pilihan kanal frekuensi yang akan jauh lebih beragam (satu frekuensi bisa memuat puluhan channel - saat ini dengan teknologi analog FM, satu frekuensi hanya bisa dimanfaatkan untuk 1 channel), dan kurangnya atau tiadanya interference saat mendengarkan radio

"Tentu saja, penerapan teknologi baru ini akan membawa dampak negatif yang perlu diatasi. Antara lain, dari sisi RRI adalah investasi baru dibidang peralatan dan kesiapan SDM yang punya kemampuan menangani teknologi baru ini. Sementara dari sisi konsumen atau pendengar adalah harus memiliki receiver baru yang bisa menangkap siaran radio digital yang identik dengan biaya mahal, serta harus beradaptasi dengan teknologi baru," ungkap Bayu.

"Sisi negatif ini sebenarnya sudah pula kami pelajari untuk dicarikan jalan keluarnya. Pertama, investasi RRI untuk peralatan dapat dilakukan secara bertahap sesuai kebutuhan/prioritas. Network dengan industri radio digital di dunia yang telah kami bangun juga bisa dimanfaatkan untuk kepentingan RRI dari sisi pendanaan ini," jelasnya.

Persiapkan diri jelang teknologi digital

Tentang kebutuhan SDM yang andal, tentu RRI bisa memulai pelatihan tenaga ahli secara berjenjang dan bertahap, sesuai kebutuhan. Lalu untuk pendengar/konsumen, RRI juga telah berbicara dengan manufaktur radio di dalam dan luar negeri untuk bisa memproduksi receiver radio digital yang berkualitas bagus dan harga terjangkau.

"Kalangan manufaktur ini pun tertarik untuk terlibat karena kami gambarkan besarnya pasar Indonesia untuk industri media ini," kata Bayu.

Selain itu, kebiasaan masyarakat Indonesia yang selalu antusias terhadap 'mainan' berteknologi baru yang besar juga bisa mendorong cepatnya pertumbuhan radio digital di Indonesia.

Kunci keberhasilan penerapan radio digital ini nantinya pertama adalah pada proses sosialisasi kepada masyarakat (harus dilakukan secara konsisten dan lengkap) yang harus dilakukan bersama oleh broadcaster, industri, dibantu pemerintah. Yang kedua adalah content yang menarik dan berbeda dibandingkan dengan siaran radio analog saat ini. Ketiga adalah ketersediaan perangkat penerima/receiver yang beragam, murah dan mudah didapatkan.

"Saat ini, kami (RRI) sudah melakukan beberapa langkah persiapan untuk penerapan radio digital di Indonesia. Sejak tahun lalu, kami aktif membuat kajian-kajian tentang sistem apa yang paling cocok untuk wilayah Indonesia, serta tahapan-tahapan yang diperlukan," kata Bayu Nimpuno.


Bulan Desember 2009 yang lalu, RRI mengadakan sebuah workshop di Jakarta untuk membuat rekomendasi penerapan teknologi ini. Dalam workshop tersebut, selain dihadiri petinggi pemerintah (Kemkominfo) dan kalangan penyiaran radio di Indonesia, kami juga mengundang (dan hadir) 10 pakar radio digital dari seluruh dunia; termasuk dari Eropa, Asia dan Australia, yang mewakili pihak broadcaster, industri, asosiasi, serta pengamat.

"Konsultasi dengan pihak regulator/pemerintah juga terus kami lakukan, khususnya dengan Kemenkominfo yang membidangi penyiaran radio digital ini. Sekitar 3 bulan yang lalu, kami juga mengundang tenaga teknis ahli dari CRA Australia untuk meninjau perangkat eksisting yang kita miliki," lanjutnya.

"Selanjutnya, saat ini kami sedang membuat kajian tentang kebutuhan investasi yang perlu dilakukan RRI, dengan berbagai skenario (optimis hingga pesimis) dan tingkat tahapan/prioritas. Hasil kajian kebutuhan investasi ini akan diajukan untuk perolehan pendanaannya di tahun 2011 mendatang. Dalam melakukan kajian investasi ini kami dibantu oleh pihak CRA Australia," kata Bayu Nimpuno yang sebelumnya pernah bekerja di perusahaan multinasional Coca Cola selama empat tahun.

"Bantuan keahlian dari pihak Australia ini memang saat ini kami rasakan perlu karena mereka dipandang sebagai salah satu negara yang paling sukses dalam menerapkan teknologi radio digital khususnya pada platform DAB+. Tahun 2011, kami rencanakan untuk trial / ujicoba di sedikitnya 2 kota, salah satunya Jakarta (satu lagi belum ditentukan)," jelasnya.

Bayu menyatakan, ke depan, penerapan teknologi digital ini akan menjadi salah satu layanan RRI kepada masyarakat, melengkapi layanan yang saat ini telah dilangsungkan. Penerapan teknologi radio digital ini juga tidak dimaksudkan untuk megganti layanan raido analog yang sudah ada (shortwave/SW, AM, dan FM), melainkan sebagai pelengkap. Inilah yang membedakan radio dengan televisi, dimana pemerintah sudah menetapkan bahwa nantinya layanan televisi analog akan dihentikan ketika siaran tv digital sudah mulai diterapkan. Dengan kata lain, pada layanan siaran radio tidak dikenal istilah 'cut off'. (Kompas)

Tidak ada komentar: