30 April 2009

Walaupun Sulit Dapat Kanal, Tiga Radio Komunitas Jakarta Jalani EDP

Meskipun terhimpit siaran radio-radio besar serta jatah kanal yang diserobot lembaga penyiaran lain, semangat sejumlah pihak untuk mendirikan radio komunitas di wilayah DKI Jakarta tetap saja tinggi. Ini dibuktikan dengan masuknya sejumlah radio komunitas yang melakukan permohonan izin penyiaran ke KPI. Bahkan, tiga radio komunitas diantaranya sudah menjalani proses evaluasi dengar pendapat (EDP) dengan KPI Pusat, Kamis (30/4).

Ketiga radio komunitas yang mengikuti proses EDP yang berlangsung di kantor KPI Pusat yakni Radio Komunitas Al Washilah, Radio Komunitas Bina Sarana Informatika (BSI FM) dan Radio Komunitas Kwartir Gerakan Pramuka (Scout Radio).

Berbagai persoalan seputar radio komunitas begitu banyak diutarakan dalam EDP yang berlangsung hampir tiga jam lebih tersebut. Salah satunya adalah persoalan penggunaan kanal yang diperuntukan bagi radio komunitas oleh radio Suara Metro Jakarta di frekuesni 107.8 Mhz. Padahal, menurut ketentuan yang berlaku, frekuensi 107.7 Mhz, 107.8 Mhz, dan 107.9 Mhz, merupakan kanal yang disediakan Negara bagi radio komunitas.

Salah satu anggota KPI Pusat, Bimo Nugroho Sekundatmo, menyatakan kalau dirinya sangat gusar dengan persoalan tersebut. Menurutnya, akan sia-sia saja jika radio komunitas melakukan permohonan izin penyiaran dan bisa memperoleh kanal yang merupakan hak mereka. Pasalnya, kata komisioner bidang perizinan ini, kanal tersebut (107.8 Mhz) digunakan oleh radio yang bukan komunitas.

“Radio Suara Metro menggunakan kanal yang harusnya digunakan radio komunitas dan Suara Metro menggunakan kanal tersebut untuk bersiaran secara full power dengan jangkauan yang luas hingga masyarakat lain tidak bisa menggunakan kanal ini,” ungkap Bimo.

Bimo bahkan menyatakan rasa kecewanya karena sampai saat ini radio Suara Metro belum juga berpindah kanal. Padahal pada Maret lalu, KPI Pusat sudah mengirimkan surat pemberitahuan yang isi menyatakan kalau radio Suara Metro telah salah menggunakan kanal untuk radio komunitas dan diminta segera pindah dari kanal tersebut.

Kekecewaan Bimo pun semakin bertambah karena apa yang dilakukan oleh radio Suara Metro tidak disikapi secara tegas oleh pihak lain yang punya otoritas melakukan penindakan atas pelanggaran radio tersebut. Dirinya berharap, ada keadilan bagi radio komunitas mengenai persoalan ini. “Di Sorong, tidak sedikit orang radio komunitas yang dibawa ke meja hijau karena melakukan pelanggaran penggunaan kanal,” ungkapnya.

Meskipun tidak ada jaminan radio-radio komunitas tersebut memperoleh izin, Bimo tetap memberikan apresiasi tinggi atas itikad baik dari radio-radio komunitas tersebut yang tetap mau mengurus permohonan izin penyiaran radionya.

Sementara itu, salah satu perwakilan radio komunitas menyatakan, pihaknya (radio komunitas) menganggap bahwa proses yang mereka jalani merupakan sebuah pembelajaran terhadap aturan-aturan yang ada. “Ini bagian dari pembelajaran kami mengikuti proses hukum yang berlaku dalam mengurus penyiaran,” katanya.

Pada kesempatan EDP ini hadir juga anggota KPI Pusat, Muhammad Izzul Muslimin sebagai pimpinan sidang ditemani oleh anggota KPI Pusat lainnya yakni S. Sinansari ecip dan Amar Ahmad. Selain itu, hadir pula narasumber yang berasal dari perwakilan akademisi, masyarakat, Pemda dan juga Depkominfo. (KPI)

1 komentar:

David Pangemanan mengatakan...

MENGGUGAT PUTUSAN SESAT HAKIM BEJAT

Putusan PN. Jkt. Pst No.Put.G/2000/PN.Jkt.Pst membatalkan Klausula Baku yang digunakan Pelaku Usaha. Putusan ini telah dijadikan yurisprudensi.
Sebaliknya, putusan PN Surakarta No.13/Pdt.G/2006/PN.Ska justru menggunakan Klausula Baku untuk menolak gugatan. Padahal di samping tidak memiliki Seritifikat Jaminan Fidusia, Pelaku Usaha/Tergugat (PT. Tunas Financindo Sarana) terindikasi melakukan suap di Polda Jateng.
Ajaib. Di zaman terbuka ini masih ada saja hakim yang berlagak 'bodoh', lalu seenaknya membodohi dan menyesatkan masyarakat, sambil berlindung di bawah 'dokumen dan rahasia negara'.
Statemen "Hukum negara Indonesia berdiri diatas pondasi suap" (KAI) dan "Ratusan rekening liar terbanyak dimiliki oknum-oknum MA" (KPK); adalah bukti nyata moral sebagian hakim negara ini sudah terlampau sesat dan bejat. Dan nekatnya hakim bejat ini menyesatkan masyarakat konsumen Indonesia ini tentu berdasarkan asumsi bahwa masyarakat akan "trimo" terhadap putusan tersebut.
Keadaan ini tentu tidak boleh dibiarkan saja. Masyarakat konsumen yang sangat dirugikan mestinya mengajukan "Perlawanan Pihak Ketiga" untuk menelanjangi kebusukan peradilan ini.
Siapa yang akan mulai??

David
HP. (0274)9345675