30 November 2008

Radio Award Untuk Insan Radio

Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN) mempersembahkan untuk pertama kalinya, anugrah khususbagi mereka yang melahirkan mahakarya untuk dunia radio di Indonesia yaitu;

JUSUF RONODIPURO AWARD untuk jurnalistik radio.

Memperebutkan hadiah:
-Magang kerja di Radio Deutsche Welle (DW), Bonn, Jerman ( untuk dua orang)
-Magang kerja di Radio Netherland, Hilversum, Belanda (untuk satu orang)
-Kunjungan Kerja di VOA, Washington, Amerika Serikat (untuk satu orang)
-Dua buah laptop

KEN SUDARTO AWARD untuk iklan radio meperebutkan hadiah:
-Menghadiri ADFEST Tolong disebarkan juga ke teman-teman radio lain.....ya. Gak seru kalo kita bersaing sesama kita aja. Sekalian buat memetakan pesaing kita.

Kategori Lomba:
JUSUF RONODIPURO AWARD-feature radio (tema bebas, durasi 5-30 menit) -wawancara radio ( tema bebas, durasi 5-30 menit)
KEN SUDARTO AWARD-iklan layanan masyarakat (tema bebas, durasi maksimal 60 detik)

Syarat-syarat : karya dilombakan harus disiarkan selama periode 1 Januari- 31 Desember 2008.

Pengirim karya adalah individu (bukan lembaga) - setiap pengiriman karya harus dilengkapi formulir pendaftaran yang bisa diunduh dari website: www.ppmn.or. id atau hubungi panitia melalui e-mail: info@ppmn.or. id, telpon 021-68594538, 021-98279935- Kirimkan hasil karya, teks/script dan formulir pendaftaran dalam CD dan kirimkan ke alamat PPMN: Jl. Utan Kayu 68H 13120, tuliskan Indonesian Radio Award 2008 di sudut kiri atas amplop.

Pengiriman karya paling lambat 20 Januari 2009. Hasil karya yang memenuhi semua persyaratan di atas yang berhak dinilai oleh juri PENGUMUMAN PEMENANG DILAKUKAN DI JAKARTA 12 FEBRUARI 2009

Read More ..

19 November 2008

Radio Era Baru PTUN-kan Menkominfo

Sidang gugatan Radio Era Baru FM Batam mulai digelar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jakarta pada Selasa (18/11). Didampingi kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, mereka menggugat keputusan Menteri Komunikasi dan Informasi serta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dan Daerah atas penolakan ijin siaran radio Era Baru FM. "Kami meminta TUN untuk mencabut pembatalan ijin siaran yang dikeluarkan oleh Menkoinfo (Menteri Komunikasi dan Informasi), serta kami melalui majelis hakim meminta kepada Menkoinfo untuk mengeluarkan ijin siaran bagi radio Era Baru FM," ujar Endar Sumarsono, staf Litigasi dari LBH Pers kepada website Era Baru.

Alasannya keputusan Menkoinfo itu tidak transparans dan bertentangan dengan Undang-undang Penyiaran, serta ada unsur intervensi dari Kedutaan Besar China terhadap lembaga penyiaran kita. Sidang tata usaha negara tersebut dimulai sekitar pukul 12.00 WIB. Majelis hakim yang diketuai oleh Wences Laus SH memeriksa kelengkapan dan bukti gugatan terkait dengan masalah Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP). Pihak tergugat dalam hal ini diwakili oleh dua pengacara dari Biro Hukum Depkominfo. Sementara pihak tergugat dari KPI diwakili seorang pengacara. Sedangkan pihak penggugat diwakili oleh Karnadi yang didampingi dua kuasa hukumnya dari LBH Pers yakni Endar Sumarsono dan Idham Indraputra.

Dalam persidangan yang tertutup untuk umum itu, majelis hakim menyarankan agar KPI Pusat dan KPI Daerah Kepulauan Riau tidak dimasukkan sebagai pihak tergugat karena tidak mengeluarkan Surat Keputusan (SK) tata usaha negara. Keputusan yang dipersoalkan adalah surat Menkominfo, sehingga tergugatnya menurut majelis hanya Muhammad Nuh. Dari kuasa hukum Menkominfo, majelis hakim meminta penjelasan atas pasal-pasal yang membuktikan bahwa menteri berhak mengambil keputusan menolak ijin siaran radio, dan pertimbangan-pertimbangan yang mereka gunakan untuk tidak memberi ijin kepada radio Era Baru. Begitu juga sebaliknya, pengacara penggugat diminta membuktikan bahwa Radio Era Baru FM memenuhi ketentuan pasal-pasal untuk layak memperoleh ijin siaran. Bila semua ketentuan telah dipenuhi, dan masih ditolak ijinnya, tentu ada indikasi kesewenang-wenangan. Majelis hakim pun menyarankan agar dicari azas-azas dalam Undang-undang Penyiaran yang membuktikan bahwa Menkoinfo telah melanggar ketentuan yang berlaku.

Dalam kapasitas pribadi, ketua majelis hakim juga menyarankan agar masalah itu diselesaikan secara damai meski PTUN tidak memiliki wewenang untuk melakukan mediasi. Setelah kedua pihak memberikan penjelasan panjang lebar, sidang diakhiri dengan mengagendakan sidang berikutnya yang akan digelar pada 1 Desember 2008 mendatang.

Seperti diberitakan sebelumnya, kasus tersebut berawal ketika ijin siaran Radio Era Baru FM ditolak tanpa alasan yang pasti. Penolakan itu dilakukan melalui KPID Kepri tanpa pemberitahuan secara resmi, hanya diumumkan melalui Harian Batam Pos, pada 5 Desember 2007.

Sebelumnya, radio itu sudah mendapatkan izin dari Dinas Perhubungan Riau pada 2004. Radio Era Baru juga pernah diverifikasi secara faktual dan administrasi oleh KPID Kepri dan akhirnya berhasil mendapatkan Sertifikat Rekomendasi Kelayakan pada 2006. Belakangan Depkominfo melayangkan surat peringatan kepada Era Baru FM untuk menghentikan siaran pada Maret 2008. Penggugat menuding penolakan pemberian IPP karena intervensi dari Kedubes China.

Sebelumnya pada 8 Mei 2007, Kedubes China pernah meminta KPI mengawasi materi siaran Era Baru FM, yang dinilai menyudutkan Pemerintah China. Belum lama ini, KPID Kepri bahkan mengancam akan menyita dan menyegel aset siaran Erabaru FM, dengan tudingan telah merampas frekuensi radio lain. (Milis Media-Jakarta)

Read More ..

17 November 2008

Radio Mercurius Rebut Tiga Kategori Penghargaan KPID Sulsel Award 2008

Radio Mercurius Top FM merebut tiga kategori penghargaan pada malam penganugrahan KPID Sulsel Award 2008. Masing-masing untuk program hiburan radio terbaik, manajemen lembaga penyiaran terbaik (dari sisi tertib administrasi dan pengelolaan), dan penghargaan khusus inspiring programme.

Acara hiburan "Bintang Khatulistiwa" milik radio yang mengudara pada frekuensi 103,4 FM berhasil menyingkirkan pesaing mereka. Untuk penghargaan khusus, Mercurius dengan acara Obrolan Waroeng Kopi yang digelar setiap hari Rabu di Waroeng Kopi Phoenam diberikan bersama dua radio lainnya "Bekas tapi Mulus" (Radio Telstas) dan "Pacarita" (Gamasi FM).

Malam Penganugrahan KPID Award 2008 dilaksanakan di D’Liquid, Clarion Hotel and Convention, Makassar. Hadir dalam acara tersebut Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo, Ketua KPID Sulsel Aswar Hasan, pengelola radio dan televisi se-Sulawesi Selatan, serta tamu undangan. Nuansa berbeda ditampilkan panitia pelaksana dari pelaksanaan penghargaan KPID award sebelumnya.

Selain memberikan penghargaan kepada program siaran radio dan televisi lokal Makassar, penghargaan juga diberikan juga kepada individu atau kelompok yang memberikan sumbangsih terhadap perkembangan radio di Makassar. Adapun tim penilai atau juri terdiri dari KPID dan budayawan Ishak Ngeljaratan serta akademisi Andi Alimuddin Unde. Yang menarik dalam pemberian penghargaan dunia penyiaran di Sulsel adalah persaingan radio dan televisi pemerintah dengan swasta.

TVRI Sulsel berhasil meraih dua penghargaan sebagai televisi dengan program terbaik, kategori hiburan dalam acaranya “Evolution for Your Concert”. Program televisi berplat merah ini menayangkan lagu-lagu daerah sebagai materi andalan hiburan mereka. Sementara program terbaik kategori feature dengan nama program ”Diantara Dua Sisi”. Dengan dua katagori penghargaan tersebut, boleh dikatakan taji televisi pemerintah ini masih sangat layak diperhitungkan dalam persaingannya dalam industri media pertelevisian di Makassar.

Begitu pula dengan RRI yang juga membawa pulang dua penghargaan. Program acara radio terbaik kategori berita yakni "Kunantikan Kearifanmu" dan program radio kategori feature berjudul ‘Asa yang Tak Pernah Sirna di Batu-batu’. Kategori penghargaan yang baru diadakan pada tahun ini adalah lifetime achievement untuk praktisi dan pemerhati. Untuk praktisi diberikan kepada H Abdul Hamid BA dalam perannya sebagai pendiri Radio Gamasi. Almarhum DR Mansyur Semma juga diberikan penghargaan tersebut atas perhatian dan sumbangsihnya dalam kemajuan lembaga penyiaran dan media di Makassar.

Dalam sambutaannya, Gubernur Syahrul mengatakan, sangat memberikan perhatian atas prakarsa KPID membuat kegiatan KPID Award 2008 ini. Dia mengatakan, kemajuan suatu daerah tidak terlepas dari pemberitaan media yang ada di daerah itu termasuk dalam hal ini radio. (KPI)

Read More ..

14 November 2008

KPID Jateng: Genre Format Siaran Masih Jadi Soal

Selama dua hari (12–13/11), KPID Jawa Tengah menggelar Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) di Kabupaten Tegal. Ada empat radio yang mengajukan permohonan izin. Dua radio swasta di antaranya merupakan peralihan izin dari AM ke FM, satu radio peralihan dari izin pemda, dan satu radio komunitas (pramuka) yang baru sama sekali.

Evaluasi diarahkan untuk menilai enam aspek, yakni: aspek pendirian, aspek manajemen dan SDM, aspek program siaran, aspek keuangan, aspek teknis, dan aspek visi, misi serta latar belakang. Untuk mendapatkan gambaran menyeluruh, selain komisioner sebagai evaluator, dihadirkan pula Kepala Balai Monitoring Frekuensi dan Orbit Satelit Kelas II Semarang, Kepala Dinhubkominfo Provinsi Jateng; Ketua Komisi A DPRD, Ketua MUI, Akademisi dan Kepala Dinhubkominfo dari Kabupaten setempat.

Khusus untuk aspek program siaran, menurut Drs. Amirudin MA, ketua KPID Jawa Tengah, memang masih ditemukan banyak hal yang belum ideal. Padahal aspek ini justru penting mengingat bayangan kepentingan publik haruslah terwujud di bagian ini. Adapun letak ketidak-idealannya yakni; Pertama, dari sisi kebutuhan publik (public necessities).

Radio di manapun tidak boleh lepas dari kebutuhan publik sebagai latar berdirinya radio itu. Rumusnya R = KP atau Radio merupakan pencerminan Kebutuhan Publik (lokal), bukan sekadar replika kebutuhan pemilik dan elite radionya saja. Karenanya, sebelum radio bersiaran, dituntut mampu membaca kebutuhan publik yang nantinya diformulasikan ke dalam format siaran. Publik butuhnya apa ? Kalau informasi, informasi apa; kalau hiburan, hiburan apa ? Dan semua itu sangatlah tergantung pada karakterisitik psiko-sosio-demografis maupun psiko-sosio-geografis masyarakatnya. Idealnya, format siaran merupakan fiksasi dari bangunan kebutuhan publik yang kompleks dan multi-identitas itu. Untuk itu radio diharapkan harus ”bertanya” terlebih dulu kepada mereka, atau paling tidak dapat ”mengintip” kebutuhan mereka. Apa sesungguhnya kebutuhan publik setempat; hal ini penting agar radio kelak benar-benar dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Jangan sampai radio berlaku ”kasar” merampas hak publik untuk mendapatkan informasi dan hiburan tanpa bertanya lebih dulu kepada mereka.
Melalui riset sederhana (prelimenary studies), saya kira, upaya mendapatkan rancang bangun tentang kebutuhan publik dapat dilakukan.

Kedua, lanjut Amirudin, dari sisi kenyamanan publik (public convinience). Rasa nyaman selalu berkaitan dengan dua hal, yakni tingkat kenyamanan dalam menerima signal; dan kenyamanan berkenaan dengan tata krama, norma, etika, dan hukum yang berlaku di masyarakat. Dua hal itu yang selalu menjadi trigger ada penolakan publik pada radio kalau dua aspek mereka itu terganggu. Publik tentu sangat mengharap ada radio yang mampu memperhatikan dua rasa nyaman itu. Jika format siaran mereka – apalagi didukung dengan kemampuan teknologi penyiaran yang baik – pas dengan harapan akan rasa nyaman publik itu, tentu radio kelak akan mendapatkan pendengar loyalis yang tak diragukan.

Terhadap kedua hal itu, ungkap Amir, radio memang masih sering tergagap-gagap. Subyektivitas radio dalam merumuskan format siaran, masih terlalu menonjol. Itu yang menyebabkan radio selalu gagal merumuskan format siaran yang memiliki genre (aliran) yang unik sesuai kebutuhan dan rasa nyaman publik. Padahal jika setiap radio berhasil merumuskan keunikannya masing-masing dari sisi genrenya, saya yakin mereka tetap dapat survive di tengah persaingan ketat radio. Inilah tantangan bagi radio yang tengah mengurus izin; radio masih kesulitan merumuskan genre siarannya. (KPID Jateng)

Read More ..

09 November 2008

Radio Memberikan Apa Maunya Pendengar

Harian Kompas Minggu : Suatu saat, Radio Kayu Manis, Jakarta, merekrut penyiar muda untuk regenerasi dan memperluas pasar pendengar. Didapatlah beberapa orang, tetapi belum sampai tiga bulan mereka sudah ”kabur”. Alasannya simpel, tidak betah bergaul dengan penyiar lain yang berusia di atas 40 tahun. Sebaliknya, karyawan berusia di atas 60 tahun—sambil nangis-nangis—tidak mau dipensiunkan. Radio Kayu Manis (RKM) FM yang mengudara di frekuensi 97,9 MHz bermaksud memperluas segmen pendengar yang selama ini ada, usia di atas 35 tahun. Dibikinlah acara Gebrak Band Pemula. Penyiar muda dirasa lebih cocok untuk memandu acara ini. Namun, karena tidak ada penyiar baru, Bung Tan (66) pun turun tangan.
Pada akhirnya, andalan RKM tidak jauh beringsut dari acara seperti Pentas Keroncong, Sandiwara Jawa, Sunda, Minang, Gending Jawa, dan Tembang Kenangan. ”Kami memiliki pendengar setia untuk ini. Ada komunitasnya lagi,” kata Direktur Utama (Dirut) RKM Tuning Saroso.

Kenyataan itu berkebalikan dengan Radio Gen, misalnya, yang usia karyawannya antara 25 hingga 30-an tahun. Direktur Utama Gen Adrian Syarkawi berusia 38 tahun. Pasar pendengar yang dibidik Gen (98,7 MHz) yang mulanya berusia 18-35 tahun juga terseleksi menjadi usia antara 20 hingga 24 tahun—usia anak kuliah dan pekerja pemula. Dari sini bisa dilihat, betapa radio saat ini makin tersegmentasi, membatasi usia pendengar dengan membatasi program. Bayangkan jika 1.300 radio di seluruh Indonesia (sekitar 800 yang resmi) menyajikan program yang sama untuk segala usia. Sangat sulit menggaet pendengar setia. Tak heran jika radio makin mempersempit diri. I-Radio atau Indonesia Radio hanya memutar lagu-lagu dari penyanyi Indonesia. Lalu ada Female Radio yang dari namanya sudah ketahuan segmen mana yang dibidik.

Prambors, yang dulu selalu memutar lagu-lagu top 40, kini memutar haluan, yaitu memutar lagu-lagu grup indie. ”Sejak dua tahun lalu, kami memiliki acara Thursday Riot. Ini siaran musik indie secara live dari genre britpop hingga emo,” tutur Program Director Prambors Niken Puspitawangi. Ramako kini berganti nama menjadi Lite FM dengan semboyan the best slow hits station. Bagaimana dengan Elshinta, Suara Metro, hingga RRI? Atau bagaimana dengan radio dangdut semacam Bens, DangdutTPI, dan Megaswara? Tiga radio dangdut itu menempati rating pertama, kedua, dan keempat berdasarkan survei AGM Nielsen terhadap radio-radio di Jakarta. Dangdut di Bens berbeda dengan dangdut di Megaswara. Betapa margin segmen pendengar mereka menjadi makin tipis.

Memberi mau pendengar
Semua radio pasti ingin memuaskan pendengarnya, memberi apa mau pendengar. Gen adalah salah satu yang dengan kesadaran penuh melakukan itu. Alhasil, baru didirikan 9 Agustus 2007 dengan membeli frekuensi Radio Attahiriyah, Gen sudah nangkring di rating satu (radio non-dangdut) berdasarkan survei AGB Nielsen untuk radio di Jakarta. Pendengar Gen mencapai 2,75 juta orang. ”Kami memberi yang sama dari pagi sampai malam, musik dengan human touch. Penyiar tidak banyak omong, hampir tidak ada acara talk show. Orang pencet Gen jam berapa pun, dia akan mendapat sesuatu yang sama,” kata Adrian. Hal ini klop dengan semboyan Gen, yakni suara musik terkini. Iklan pun disesuaikan dengan segmen pendengar. Jika iklan tidak bakal disukai pendengar, Gen tidak segan-segan menolak tawaran iklan. ”Daripada pendengar kabur,” ujar Adrian.

Berkebalikan dengan Gen, Elshinta yang siaran di 90,0 MHz justru tidak sekalipun memutar lagu selama 24 jam siaran. Radio ini menjadi satu-satunya stasiun yang khusus memberi berita dan informasi. Meski sangat membosankan, strategi ini justru membuat radio dengan tagline news and talk ini bertahan di tengah ketatnya persaingan di bisnis siaran radio. Elshinta berada di rating empat (non-dangdut) atau meraup pendengar 2,09 juta orang. Pemimpin Redaksi Radio Elshinta Iwan Haryono mengungkapkan, pemasang iklan rela antre untuk mendapat jatah slot siar. ”Antreannya sampai 3-6 bulan. Ada yang pasang slot iklan untuk lima tahun sekaligus,” katanya. Informasi dari Elshinta juga menjadi salah satu acuan buat warga, pejabat, polisi, dan wartawan media lain. Tidak sekali dua kali kantor berita asing melansir informasi dari radio yang berdiri tahun 1968 ini. Padahal, sampai tahun 1990-an Iwan masih bingung mengembangkan radio yang waktu itu masih radio spesialis musik jazz. Momen kerusuhan Mei 1998 menjadi awal mula radio ini mengarah ke radio berita, hingga akhirnya diresmikan tahun 2000.

Merombak RRI
Jangan bayangkan Radio Republik Indonesia (RRI) saat ini sama seperti RRI zadul alias zaman dulu, radio negara yang didirikan 11 September 1945 itu. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002, RRI adalah lembaga penyiaran publik, satu badan hukum yang didirikan negara untuk kepentingan publik. ”Kami bukan corong pemerintah,” kata Dirut RRI Parni Hadi yang memimpin RRI sejak tiga tahun lalu. Parni menggambarkan dirinya sebagai penjaga kebun binatang yang membuka kandang unta agar sang unta bisa bebas lepas, tidak terkurung dalam kehebatannya sendiri. RRI hebat, tetapi selama ini terpenjara sehingga sumber dayanya tidak berkembang. Program terkini RRI adalah membangun pemancar radio di daerah perbatasan, misalnya di Atambua, Entikong, dan Merauke. RRI masih didengarkan khususnya di daerah. Berdasarkan survei, kata Parni, 85 persen warga di Ende, Nusa Tenggara Timur, mendengarkan RRI. Di Bangka-Belitung, 90 persen warganya mendengarkan RRI. ”Soal jaringan, kami tidak bisa dilawan. Kami memiliki 60 stasiun di Indonesia. Reporternya tersebar di tiap kabupaten bahkan kecamatan,” ujar Parni. Direktur Program dan Produksi RRI Niken Widiastuti mengatakan, RRI memasok kebutuhan pendengar. Maka, lantas ada Programa 1-4. Untuk penggemar menengah-bawah, terutama di daerah, Programa 1 paling disenangi. Yang suka musik dan gaya hidup, putarlah Programa 2. Yang gemar mendengarkan berita, pencet Programa 3.

Maka, seiring pasar yang menyempit, pendengar pun makin fanatik. Sedikit saja radio kesayangan melenceng dari jalur, kritik berdatangan. RKM, misalnya, pernah mendapat protes bertubi-tubi gara-gara menyiarkan iklan obat kuat. Wah, itu memang menyimpang dari semboyan RKM: lembut suaranya manis bisikannya.

Read More ..

Sekali di Udara, Tetap di Udara

Judul di atas secara resmi adalah semboyan milik Radio Republik Indonesia. Namun, kalimat itu secara tepat menggambarkan secara umum dunia penyiaran radio di Tanah Air atau bahkan di seluruh dunia.

Zaman boleh berganti, teknologi baru bermunculan, dan gaya hidup orang pun telah berubah mengikuti segala sesuatu yang baru itu. Namun, ada satu teknologi lawas yang masih dibutuhkan dan digemari orang hingga abad ke-21 ini, yakni radio. Sejak stasiun penyiaran radio mulai didirikan di Inggris dan Amerika Serikat pada periode awal 1920-an, radio telah menjadi sumber informasi dan hiburan publik yang paling cepat dan luas jangkauan penyebarannya. Seiring dengan penemuan radio transistor pada 1950-an, yang membuat pesawat penerima siaran radio menjadi berukuran kecil dan ringan, siaran radio pun makin mudah dan murah untuk diakses. Namun, paruh kedua abad ke-20 menunjukkan kemajuan teknologi yang sedemikian pesat. Kaset, cakram padat atau compact disc, hingga file berformat MP3 dengan alat pemutarnya masing-masing, mulai menggantikan fungsi hiburan radio. Sementara kehadiran televisi, internet, dan SMS pelan-pelan menggusur fungsi informasi radio.
Matikah radio dengan kehadiran teknologi baru itu? Seperti yang kita ketahui bersama hingga detik ini, jawabannya tidak!

Masih dibutuhkan
Lihat saja ke dalam mobil dan perhatikan perangkat hiburan yang terpasang di dalamnya. Pemutar kaset sudah makin jarang ditemui pada perangkat ”tape” mobil terbaru dan diganti dengan pemutar CD, CD berisi file MP3, atau bahkan soket USB untuk menancapkan perangkat memori flash disk berisi berbagai format file audio. Namun, hingga produk ”tape” mobil yang paling baru sekali pun sampai saat ini masih memasukkan fungsi penerima radio untuk kanal AM dan FM. Sistem penerima radio FM pun menjadi fitur standar dalam sebagian besar pesawat telepon seluler yang paling mutakhir. Di negara-negara maju seperti AS atau Eropa sekalipun, orang masih mendengarkan radio di mobil, kantor, rumah, bahkan sebuah hotel bintang empat di Los Angeles pun masih menyediakan perangkat radio di dalam kamarnya.

Di Jakarta, jatah frekuensi untuk siaran radio komersial di kanal FM telah terisi penuh dan masih banyak yang antre. Artinya, bisnis siaran radio masih menjanjikan. ”Jangkauan kanal FM untuk siaran radio komersial ada di antara frekuensi 88,0-107,7 MHz, dan menurut peraturan pemerintah, jangkauan itu maksimal hanya boleh diisi 70 pemancar di satu wilayah,” kata Ketua Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) Shidki Wahab di Jakarta, Jumat (7/11).

Senior Marketing Manager Sony-BMG Music Indonesia Kunto Handoyo menyebutkan, radio masih menjadi media paling penting dalam memasarkan musik kepada khalayak luas. ”Meski sudah ada internet, i-Pod, atau MP3 player, kami masih percaya sebuah lagu baru pertama kali dikenal luas masyarakat melalui radio,” ujar Kunto. Senada dengan Kunto, produser musik independen dan Direktur NuBuzz Music Daniel Tumiwa menyebut radio tetap menjadi media nomor satu untuk urusan penyebarluasan musik. ”Radio justru akan menjadi media yang paling lama bertahan meski ada media-media baru. Hanya formatnya saja yang nanti akan berubah,” ujar Daniel, yang sukses mengorbitkan kelompok Sind3ntosca setelah lagu hitnya, Kepompong, diterima luas di kalangan pendengar radio.

Personal
Apa yang membuat orang begitu setia pada radio? Praktisi dan pengamat dunia radio, Sys NS, mengungkapkan, sifat unik radio yang tak dimiliki media lain adalah unsur kejutan. ”Radio adalah surprise media karena pendengar tak akan pernah tahu lagu atau berita apa yang akan muncul selanjutnya. Sementara dengan kaset, CD, atau i-Pod, kita sudah hafal isinya sehingga tak ada unsur surprise dan lama-lama membosankan,” papar pria yang telah berkecimpung di dunia siaran radio sejak tahun 1969 ini. Sifat fleksibel dan interaksi yang dimungkinkan melalui radio juga bisa menciptakan kedekatan yang sangat personal. Hubungan antara penyiar yang memutarkan lagu permintaan pendengar atau membahas sebuah topik diskusi bisa terjalin akrab di zona nyaman masing-masing. ”Radio menciptakan hubungan yang menuntut sekaligus memicu imajinasi,” imbuh Sys.

Hubungan personal tersebut pada gilirannya membentuk loyalitas. Imajinasi dan loyalitas inilah yang tak ditemukan pada media seperti televisi. Di televisi, pemirsa tidak diberi kesempatan berimajinasi karena semua sudah tersaji lengkap secara audio visual. ”Di televisi, orang lebih loyal pada program acaranya, bukan pada stasiun TV-nya. Program Empat Mata, misalnya, diputar di stasiun mana pun akan tetap dicari orang. Sementara di radio, yang dibangun adalah loyalitas pendengar,” kata Direktur Utama Stasiun Radio GenFM Adrian Syarkawi. Radio memang tak pernah mati. (Harian Kompas Minggu)

Read More ..

Selama Masih Kuat Akan Tetap Mengudara

Harian Kompas Minggu : Radio memang sudah menjadi jalan hidup Yu Beruk (56), yang bernama asli Sumisih Yuningsih. Dua puluh tiga tahun sudah ia siaran di Radio Republik Indonesia (RRI) Yogyakarta, dan saat ini sebenarnya ia sudah harus menikmati masa pensiun. Sejak Januari 2008, Yu Beruk resmi menyandang status ”pensiunan yang masih siaran”.
RRI Yogyarakarta belum menemukan pengganti Yu Beruk untuk memandu siaran pedesaan, sandiwara Jawa, ketoprak, dan dagelan Mataram. ”Kalau yang seperti saya ya susah, mungkin karena harus mulai dari nol. Kebetulan saya juga masih senang kok, cuap-cuap di depan mikrofon,” ujarnya. Hanya saja, tugas Yu Beruk sebetulnya tidak sekadar cuap- cuap. Ia harus pula mencari tambahan tenaga untuk siaran ketoprak dan dagelan Mataram lantaran sudah banyak pemain yang pensiun. Untuk acara ketoprak dan dagelan Mataram, ia harus bekerja dalam tim, yang jumlahnya 40 orang. ”Nah, orangnya mreteli, satu per satu pensiun, juga ada yang meninggal. Sekarang tinggal tujuh orang. Kalau mau siaran, saya terpaksa manggil teman yang sudah pensiun itu,” kata Yu Beruk.

Yu Beruk bergabung dengan RRI Yogyakarta pada tahun 1985 dengan ijazah SMP. Saat itu, RRI membutuhkan tenaga ahli, dan setelah serangkaian tes, Yu Beruk diterima. ”Ijazah SMP saja bisa jadi tenaga ahli,” kata Yu Beruk seraya tertawa. Menjadi tenaga ahli di RRI tidak terlepas dari latar belakang Yu Beruk sebagai pemain ketoprak tobong (ketoprak keliling) yang sudah melanglang buana ke seantero Jawa. Ketika masuk RRI, mudah bagi Yu Beruk memandu program ketoprak dan dagelan Mataram. Bertahun-tahun, Yu Beruk lekat dengan siaran bahasa Jawa- nya, juga lawakannya di radio. Pernah suatu saat ada penggemar datang ke RRI, tetapi begitu melihat Yu Beruk lantas tidak jadi ketemu. ”Kaget karena ternyata saya tidak seperti dibayangkan ha-ha-ha,” katanya. Di masa pensiun ini, ia belum mau berhenti meski delapan anaknya sudah hidup mapan dan ia sudah diberi 16 cucu. ”Saya ini orang seni, selama masih hidup, selalu siap tampil kapan pun,” katanya.

Perasaan serupa dirasakan Bung Tan (66), yang inginnya terus bekerja di radio meski sudah pensiun. Penyiar dengan nama asli Machfudz Wartaham ini sudah 28 tahun siaran di Radio Kayu Manis (RKM), Jakarta, tetapi enggan lengser meski sebenarnya sudah tak digaji selayaknya karyawan yang masih aktif. ”Kalau tidak siaran, saya bingung mau apa. Saya tidak mau di-PHK,” kata ayah tiga putri dan enam cucu yang sebelum bergabung di RKM pernah menjadi penyiar di Radio Irama Indah pada tahun 1970-an.

Read More ..

Acara Radio : Salam Darimu, Menempel di Hati...

Dari dulu sampai sekarang, radio menjadi sarana efektif untuk mengirimkan salam mesra, salam rindu, dan segala bentuk salam lain. Jauh sebelum ada teknologi SMS untuk berkirim salam seperti saat ini, pendengar radio mengirim salam lewat kartu yang disebut kartu pilihan pendengar alias pilpen. Pada kartu itu terdapat kolom nama pengirim, alamat pengirim, nama terkirim, judul lagu yang diminta, serta ucapan yang seru-seru tadi. Pada periode ketika radio swasta mulai mengudara di negeri ini, yakni akhir 1960-an hingga 1970-an, kartu pilpen itu harus dibeli di studio radio yang bersangkutan atau agen-agen penjualan yang ditunjuk. ”Zaman dulu, kirim salam lewat radio saja harus bayar,” ujar Sys NS, yang turut mendirikan Radio Prambors di Jakarta tahun 1969. ”Lewat radio, orang bisa naksir cewek. Ada juga yang merayu pacar dengan salam mesra tadi,” kata IG Hananta Sumarna (60-an), Direktur Usaha Radio PTPN FM 99.60, Solo, Jawa Tengah. Kartu yang sudah diisi ucapan salam kemudian dikirimkan ke studio. Di PTPN, kartu dibacakan bersama puluhan kartu lain pada acara Aneka Lagu buat Anda.

Agak berbeda dengan PTPN, pencinta Radio Sonora di Jakarta hingga era 1980-an harus mengirim permintaan lagunya lewat pos dengan menggunakan kartu pos. Tentu perjalanan sang kartu hingga ke meja siar memakan waktu berhari-hari. ”Satu orang saja bisa mengirim segepok kartu. Kartu yang belum dibaca bisa sampai sekardus televisi. Kami sampai menempatkan petugas khusus untuk mencatat kartu yang masuk,” kata Jane, salah satu penyiar senior yang bergabung dengan Sonora sejak 1983.

Romantisisme
Pengirim ada yang menggunakan nama samaran yang seram-seram. Tersebutlah misalnya Pemuda Sengsara di Lembah Derita, Dara Merana di Lembah Nestapa, Pemuda Lereng Gunung, atau Mutiara Terpendam di Negeri Jauh. Maklum saja, pada era itu romantisisme komik silat dari Ganes Th seperti Si Buta dari Goa Hantu atau Hans Jaladara dengan Panji Tengkorak-nya cukup berpengaruh. Budaya gaul ala radio itu sampai diabadikan dalam lagu Ernie Djohan berjudul ”Salam Tempel”, yang liriknya bercerita tentang radio amatir yang menjadi tempat menyampaikan rasa cinta kepada sang pacar. Setidaknya itu disebut dalam lirik lagu tersebut, ”Salam tempel darimu, menempel di hati....”

Menurut Hananta, karena kartu pilpen itu harus diantarkan langsung ke studio, radio di era itu menjadi pangkalan pergaulan kaum muda. Kaum muda berkelompok membentuk sanggar-sanggar yang muara kegiatannya berada di studio radio. ”Kalau sore mereka datang ke studio untuk kongko-kongko,” katanya. Dalam suasana akrab itu, pencinta radio dan penyiar saling mengenal secara pribadi. Hananta mengenang bagaimana sesama pendengar itu saling mengenal, saling berpacaran, dan ada pula yang berjodoh lewat radio. ”Saya sendiri juga ketemu istri di radio,” ungkapnya. (Harian Kompas Minggu)

Read More ..

06 November 2008

Keinginan PWNU Jatim Punya Radio Terbentur Ketersediaan Kanal

Keinginan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim memiliki stasiun radio sendiri untuk menyiarakan kegiatan warga nahdliyin di kota Surabaya kemungkinan tidak akan teralisir. Pasalnya, kanal atau frekuensi di Surabaya sudah ludes.

Rencana mendirikan stasiun radio itu terungkap saat pengurus PWNU mendatangi kantor Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jatim di Waru, Sidoarjo. Rombongan dipimpin Ketua PWNU Jatim, Hasan Mutawakkil Alallah dan diterima Ketua KPID Fajar Arifianto dan anggotanya. Meski mengaku sudah mendapat rekomendasi dari Menkominfo M Nuh, KPID tetap menyatakan frekuensi sudah tak ada yang bisa digunakan karena sudah terisi dan secara administrattif permohonan proses izin ditutup sementara ini. "Beberapa kali pertemuan dengan menteri, kami diminta untuk segera mengurus perizinan mendirikan radio," ungkap Hasan saat pertemuan.

Permintaan dari M Nuh itu dengan alasan masih ada satu frekuensi lagi yang masih belum digunakan. Mendengar penjelasan itu, Fajar Arifianto menyatakan bahwa, berdasarkan keputusan Menkominfo, untuk sementara pelayanan proses izin pendirian lembaga penyiaran baru ditutup. Pembukaan izin itu akan dilakukan setelah ada instruksi dari M Nuh."Sehingga kami tidak bisa memberikan keputusan untuk memproses permohonan izin siaran. Pasalnya, sudah lama ditutup dan banyak juga yang kami tolak," kata Fajar.

Fajar menyarankan, agar PWNU mencari lembaga penyiaran swasta yang kondisi manajemen dan keuangannya yang tidak sehat. Dengan bergabung dengan lembaga penyiaran lain maka, PW NU tidak perlu mengantongi izin siaran baru. (Detiksurabaya.com)

Read More ..

03 November 2008

Anggota KPI Moch Riyanto: Radio Komunitas Perlu Sukseskan Pemilu

Peran radio dinilai cukup penting dalam menyukseskan pemilu 2009. Di desa-desa pelosok yang belum terjangkau oleh siaran TV, masyarakat masih menggunakan radio sebagai alat komunikasi. Untuk itu, radio di pedesaan cukup berarti dalam sosialisasi siaran pemilu.
Dalam menghadapi pemilu, radio komunitas bisa dimanfaatkan untuk sosialisasi pemilu. “Radio komunitas dapat juga digunakan untuk menyukseskan pemilu,” ujar anggota KPI Pusat Mochamad Riyanto.

Hal ini dinilai tidak menyalahi perundang-undangan.
Sebab, Undang-undang nomor 10/2008 tentang Pemilu memberikan ruang bagi radio komunitas untuk mengawal siaran pemilu. Dalam pasal 90 ayat (2) disebutkan: “Lembaga penyiaran komunitas dapat menyiarkan proses Pemilu sebagai bentuk layanan kepada masyarakat, tetapi tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan kampanye bagi Peserta Pemilu”.

Yang perlu digarisbawahi adalah tidak bolehnya radio komuniatas dipakai untuk berkampanye. Batasan siaran pemilunya hanya sebatas layanan masyarakat. “Tidak boleh digunakan untuk kampanye demi menjaga netralitas lembaga penyiaran komunitas” tegas Riyanto yang juga anggota Desk Pengawasan Penyiaran Pemilu.
Meskipun demikian, radio komunitas tetap berperan penting untuk menyampaikan informasi seputar pemilu. Dan ia bias bekerjasama dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU). “Kerjasama aja dengan KPU untuk sosialisasi pemilu” imbuhnya.

Read More ..

02 November 2008

Tips Seleksi Calon Penyiar Radio

Berikut kami temukan yang mungkin dapat membantu Anda yang berminat untuk menjadi penyiar radio. Saya kutip dari blog Radio Clinic Alex Santosa.

Seleksi calon penyiar adalah pekerjaan yang sudah akrab dilakukan oleh para program director, manager siaran atau station manager sebuah radio. Dalam posting kali ini saya akan berbagi pengalaman menyeleksi penyiar radio. Semoga bisa bermanfaat, juga bagi anda yang berminat menjadi penyiar radio.

Kemampuan dasar yang harus dimiliki Broadcaster / Newscaster
1. Kemampuan vokal :
> memiliki kualitas vokal yang bagus, bulat dan tidak pecah
> memiliki artikulasi yang jelas
> bisa berekspresi melalui suara
> bisa memainkan intonasi suara
> bisa mengatur kecepatan bicara
> cukup memiliki kemampuan verbal

2. Kemampuan personal:
> suka bicara dan bisa menjadi pendengar yang baik jika berhadapan dengan narasumber /
saat melakukan wawancara
> memiliki spontanitas yang baik
> memiliki kepekaan terhadap situasi
> mampu menjaga emosi, terutama pada saat siaran
> percaya diri saat berbicara / siaran
> memiliki rasa ingin tahu
> bisa berkonsentrasi
> memiliki sense of humor

Point-point ini bisa kita temukan di awal seleksi melalui wawancara dan mendengarkan rekaman calon penyiar. Perlu diperhatikan, kualitas vokal yang baik, suka berbicara dan suka mendengar tidak bisa dilatih. Seseorang yang tidak bisa memiliki kemampuan tersebut sulit menjadi seorang penyiar radio. Sedangkan pelamar yang bisa memenuhi kemampuan dasar, akan lebih mudah untuk dilatih menjadi penyiar yang baik.

Semoga bermanfaat dan dapat menjadikan Anda sebagai penyioar radio yang handal.

Read More ..

01 November 2008

Media Radio dan Siaran Radio Pendidikan

P4TK MATEMATIKA Depdiknas/YogaKKNPPL2008 :
Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Posisi pendidikan pada saat ini bukan sebagai pelengkap dalam kehidupan, melainkan sudah menjadi kebutuhan pokok. Artinya, dalam kehidupan berkeluarga pendidikan menjadi fokus dan prioritas utama dalam keluarga.
Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Posisi pendidikan pada saat ini bukan sebagai pelengkap dalam kehidupan, melainkan sudah menjadi kebutuhan pokok. Artinya, dalam kehidupan berkeluarga pendidikan menjadi fokus dan prioritas utama dalam keluarga. Pendidikan sangat penting artinya, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Dengan demikian akan terbentuk manusia yang mampu bersaing dalam dunia global saat ini yang memiliki kualitas serta intelegensi yang baik tentu pula tidak terlepas dari moral dan tingkah laku yang baik pula.

Menghadapi persaingan yang terbuka saat ini, tentunya semua orang ingin serba cepat dan praktis. Sehingga saat ini yang dipikirkan hanyalah hasil yang didapatkan bukan menikmati proses yang dikerjakan. Apalagi seperti masyarakat bangsa kita yang memilii etos kerja sangat rendah. Sampai timbul lelucon seperti ini : “Apa bedanya orang Jepang dan orang Indonesia?” jawabnya : “orang Jepang bekerja dengan keringat lalu istirahat (makan) dengan santai. Sedangkan orang Indonesia bekerja dengan santai dan istirahat (makan) sampai berkeringat. Tentunya lelucon diatas bukan dimaksudkan untuk menjatuhkan bangsa sendiri, melainkan sebagai pemicu semangat agar nantinya akan muncul orang-orang Indonesia yang mampu berbicara dimata dunia.

Karena hal tersebutlah budaya instan dari luar mulai masuk ke setiap kehidupan kita. Kemajuan teknologi telah memanjakan kita. Sekarang segala sesuatu mudah di dapatkan secara mudah, praktis, dan cepat. Mau ngobrol dengan rekan atau saudara yang bermukim di belahan dunia lain, tinggal angkat telepon atau buka internet, dan masih banyak yang lainnya. Kemajuan teknologi tentunya menuai banyak manfaat dalam kehidupan kita. Tetapi, ada satu hal yang harus dihindari dengan adanya kemajuan ini, yaitu etos kerja dan semangat yang rendah. Karena segala sesuatu dapat dikerjakan secara cepat dan praktis.

Dari sekian banyak kemajuan teknologi yang ada, dunia pendidikan ikut terkena dampaknya. Sekarang kita perhatikan, anak-anak kecil yang seharusnya menikmati hari-harinya dengan bermain dan belajar sekarang terlihat duduk manis di depan sebuah kotak yang ajaib yang kita sebut televisi. Kotak tersebut telah menyihir anak-anak dengan tayangan yang tidak mendidik dan berkualitas. Selain itu, kemajuan dunia maya (internet) juga merubah sifat dan tingkah laku anak-anak. Sekarang tak dapat dipungkiri lagi, internet telah menyebar disetiap pelosok daerah. Memang, internet dibuat agar informasi dapat menyebar dengan cepat. Tetapi perlu diingat tanpa adanya pengawasan dan perhatian orang tua, anak-anak dengan mudah mengakses situs yang seharusnya bukan untuk seusia mereka.

Kemudian muncul pertanyaan di dalam diri kita. “Jika media yang memiliki teknologi canggih ada dampak buruknya bagi anak, dengan media apa yang bisa kita gunakan?”. Sebuah pertanyaan klasik yang tentunya ada dalam pikiran setiap orang. Pertanyaan kuno yang mungkin disepelekan oleh mereka yang tidak peduli dengan pendidikan. Hanya satu jawaban dari pertanyaan tersebut, yaitu radio.

Memang terlihat kuno, ketinggalan zaman, atau sebagainya begitu orang mendengar kata radio. Media yang sekarang mulai tertindas perannya dengan teknologi-teknologi terbaru. Media yang telah dilupakan perannya ketika manusia masih pada peradaban terdahulu. Bahkan sekarang hampir dipastikan tidak semua rumah memiliki radio. Sebuah kenyataan yang dilematis yang tentunya tidak kita inginkan, Namun begitulah adanya, orang telah melupakan peran dan fungsi dari radio.

Perlu diingat, sejak PD II, radio telah menunjukkan kekuatannya sebagai media pendidikan dalam arti luas, dan media komunikasi politik, termasuk pendidikan politik. Fungsi pokok media komunikasi massa termasuk radio yaitu meliputi pengamatan/pengawasan lingkungan (surveillance of the environment). Bagi masyarakat fungsi pokok radio sebagai sumber informasi, kemudian fungsi kedua, pengembangan konsensus. Konsensus terkait dengan sosialisasi atau fungsi pendidikan dalam arti luas. (M.Alwi Dahlan dalam situs http://www.pustekkom.go.id/teknodik/)

Sekarang mari kita buka lagi pikiran kita mengenai pemanfaatan radio dalam pendidikan. Namun sebelumnya kita ulas kembali apa itu radio. Pengertian “Radio” menurut ensiklopedi Indonesia yaitu penyampaian informasi dengan pemanfaatan gelombang elektromagnetik bebas yang memiliki frequensi kurang dari 300 GHz (panjang gelombang lebih besar dari 1 mm). Sedangkan istilah “radio siaran” atau “siaran radio” berasal dari kata “radio broadcast” (Inggris) atau “radio omroep” (Belanda) artinya yaitu penyampaian informasi kepada khalayak berupa suara yang berjalan satu arah dengan memanfaatkan gelombang radio sebagai media. Sedangkan menurut Versi Undang-undang Penyiaran no 32/2002 : kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran, yang dilakukan secara teratur dan berkesinambungan.

Dengan adanya radio, seluruh informasi dapat disebarluaskan dalam waktu yang singkat, bahkan sampai dengan daerah yang belum terjangkau sekalipun oleh media lainnya. Jika kita melihat geografis bangsa ini, sekitar 70% penduduk Indonesia tinggal di desa, tetapi akses informasi dikuasai oleh masyarakat kota. Selain itu dari 5,5 juta oplah surat kabar yang terbit di Indonesia, 60% beredar di Jakarta; dan dari 40% (sekitar 2,2 juta) yang beredar di luar Jakarta, 70% beredar di kota, sedangkan untuk desa seluruh Indonesia hanya 660.000 examplar. Jika desa di Indonesia ada 63.000, berarti rata-rata tiap desa hanya mendapat jatah 10,4 examplar surat kabar. (A, Darmanto, 2008. Produksi Program Audio).

Lalu apakah cukup 10 examplar untuk dibaca oleh masyarakat satu desa? Apakah mungkin berita yang disampaikan langsung dimengerti oleh masyarakat? Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka jawabnya hanya satu yaitu media yang tepat untuk daerah seperti itu tidak lain radio. Radio memang fenomenal bagi masyarakat desa. Apalagi untuk desa yang belum tersentuh sama sekali dengan kehidupan modern dan belum teraliri oleh listrik.

Kenapa radio begitu fenomenal? Tentu ada sebabnya. Radio memiliki karakteristik yang tidak dimiliki oleh media lainnya. Menurut Dodi Mawardi, dalam situsnya (http://dodimawardi.wordpress.com) ada sembilan karakteristik media radio yaitu :
· Theater of Mind (Media radio memiliki kemampuan untuk mengembangkan imajinasi pendengar).
· Personal (Media radio mampu menyentuh pribadi pendengar).
· Sound Only (Media radio hanya menggunakan suara dalam menyajikan informasinya).
· At Once (Media radio dapat diakses cepat dan seketika).
· Heard Once (Media radio di dengar secara sepintas).
· Secondary Medium Half Ears Media (Media radio bisa menjadi teman dalam beraktifitas).
· Mobile / Portable (Media radio mudah dibawa kemana saja).
· Local (Media radio bersifat lokal, hanya di daerah yang ada frekuensinya).
· Linear (Media radio tersusun secara sistematis).
Selain dari sembilan karakteristik yang ada diatas dapat ditambahkan kekuatan/kelebihannya. Menurut A.Darmanto dalam tulisannya (Radio: Media yang terpinggirkan, mampukah membangun kota?) yaitu :
· Rapidity (Tingkat kecepatan menyampaikan informasi cukup tinggi).
· Wide Coverage (Jangkauan wilayah siarannya luas).
· Simultaneous (dapat dinikmati secara serentak dalam waktu yang sama).
· Illiteracy (dapat dinikmati oleh yang buta huruf).

Jika melihat karakteristik serta kekuatan yang dimiliki radio, tentunya tidak salah lagi jika kita memanfaatkan media radio ini dalam dunia pendidikan. Dengan adanya radio tentunya pembelajaran akan lebih menyenangkan. Anak-anak dapat menikmati kembali cerita atau dongeng melalui radio yang dengan karakteristiknya hanya “suara” akan mampu membangkitkan daya imajinasi anak itu sendiri. Selain itu, radio masih dipandang oleh para pemilik opini sebagai saluran yang mempunyai pendengar efektif (Redi Panuju, Nalar Jurnalistik: Dasarnya Dasar Jurnalistik, Bayumedia Publising, 2005).
Artinya baik guru yang menyampaikan materi pembelajaran maupun siswa sebagai audiens bisa saling bertukar pendapat tentang materi pelajaran yang disampaikan. Radio juga menjujung tinggi perbedaan karakteristik pendengarnya. Tidak selamanya siaran melalui media radio terkesan formal. Melalui cerita-cerita tentunya akan menjadi daya tarik tersendiri. Pendengar senang mendengarkannya, pesan yang akan disampaikan pun tersampaikan dengan baik.
Adanya media radio pendidikan merupakan perkembangan baru yang memberi nuansa positif dalam penyebar luasan informasi pendidikan. Meningkatnya pemahaman masyarakat tentang program pendidikan akan meningkatkan kemauan masyarakat untuk terlibat dalam mensukseskan program-program pendidikan yang dicanangkan pemerintah. Secara sederhana dapat kita sadari bahwa program siaran pendidikan dari media radio akan memberi pembelajaran kepada masyarakat pendengar yang akhirnya akan meningkatkan wawasan dan pengetahuan masyarakat.

Setelah adanya radio sebagai media pendidikan, maka sebaiknya perlu adanya pengelolaan yang baik agar nantinya dapat tetap berjalan pada jalurnya. Keberhasilan dalam mutu Siaran Radio Pendidikan antara lain ditentukan kualitas manajemen. Karenanya program ini akan semakin efektif apabila dikelola secara ahli. Berbagai produk teknologi komunikasi/ informasi, termasuk di dalamnya media radio, memiliki ciri khas, yaitu menjanjikan kecepatan, ketepatan, kepraktisan dan kualitas dalam mencari, mengumpulkan menyeleksi, mengolah dan menyajikan informasi. Sesuai dengan ciri khas media radio sebagai salah satu produk teknologi elektronika maka menjadi keharusan bahwa manajemen yang diterapkan dalam penyelenggaraan siaran harus manajemen yang dinamis.

Pada umumnya para guru berpendapat bahwa siaran radio pendidikan bermanfaat menambah wawasan untuk mengajar, meski sebagian tidak mengetahui kalau hingga hari ini siaran tersebut masih mengudara. Bagaimana langkah ke depan agar siaran ini menjadi efektif?.

Menurut Rini Rahayu, (mahasiswa PPS Unnes, wacana Suara Merdeka 13 September 2005) ada beberapa langkah alternatif yang perlu ditegakkan agar siaran efektif yaitu :
· Agar siaran radio rendidikan bisa didengar dan berhasil menjadi media peningkatan wawasan guru dalam proses belajar mengajar kepada peserta didik, Balai yang ditunjuk sebagai pengelola, hendaknya berperan aktif melaksanakan prinsip-prinsip organisasi terutama koordinasi kepada kelompok belajar agar selalu memonitor dan mengikuti siaran
· RRI yang ditunjuk diantara beberapa media yang menyiarkan siaran radio pendidikan tidak ada salahnya jika senantiasa gencar memutar "promo acara" agar siaran ini dapat diketahui. Karena melakukan koordinasi dengan stakeholders dan instansi terkait merupakan bagian tugas dan fungsi dari RRI.
· Untuk mendapatkan produksi paket siaran radio pendidikan yang berkualitas, pihak BPMR hendaknya tetap komit mengaktualisasikan prinsip dan fungsi manajemen yang dinamis, sehingga dapat dihasilkan mutu paket yang menarik, enak diikuti juga pesan yang disampaikan diterima, yang pada akhirnya bisa mempengaruhi pola pikir dan perilaku mereka dalam mengefektifkan proses belajar - mengajar.
· Sebagai pendidik idealnya menyadari dan beraplikasi terhadap pendidikan yang mempunyai konsep pendidikan sepanjang hayat sehingga mendengarkan dan mengikuti radio pendidikan merupakan kegiatan sebagai pengayaan.
· Pihak-pihak yang terlibat dalam radio pendidikan hendaknya duduk bersama menentukan langkah terbaik agar diklat siaran ini dapat efektif.
Jika fungsi dari media radio telah diketahui, serta banyak manfaat yang dapat diambil apalagi dengan adanya manajemen yang baik, maka kenapa tidak kita menggunakan radio sebagai media pendidikan melalui siaran radio pendidikan.

Read More ..